kumpulan askep

silahkan dapatkan askepmu disini

Sabtu, 31 Oktober 2009




Read rest of entry

ASKEP. NEONATUS DENGAN HYPOGLIKEMI SIMPTOMATIS

A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati
Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
- Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

- Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

- Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

- Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.

B. Patofiologi

Sepsis


Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga

Pemakaian parenteral nutrition


Enteral feeding


Pemakaian Corticosteroid therapi

Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika

Kanker pada keluarga



















C. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapi
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker

3. Data fokus
Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa < 50 gr/% D. Diagnose dan Rencana Keperawatan 1. Potensial komplikasi s.e kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi Rencana tindakan: - Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan - Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Monitor vital sign - Monitor kesadaran - Monitor tanda gugup, irritabilitas - Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12 - Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi. - Cek BB setiap hari - Cek tanda-tanda infeksi - Hindari terjadinya hipotermi - Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV - Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit 2. Potensial terjadi infeksi s.e penurunan daya tahan tubuh Rencana tindakan: - Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan - Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril - Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas. - Perhatikan kondisi feces bayi - Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. - Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur. 3. Potensial Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit s.e peningkatan pengeluaran keringat - Cek intake dan output - Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam - Cek turgor kulit bayi - Kaji intoleransi minum bayi - Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI 4. Keterbatasan gerak dan aktivitas s.e hipoglikemi pada otot - Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari - Lakukan fisiotherapi - Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah. TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN A. Identitas Klien Nama Klien : By It Reg. 10035078 Jenis kelamin : Laki-laki Penanggungjawab: Identitas Ayah Ibu Nama : Sd. It Umur : 30 th 25 th Agama : Islam Islam Suku : Jawa Jawa Pendidikan : SLTA SLTP Pekerjaan : Swasta Tidak bekerja Alamat : Kalibutuh RW 4/RT 2 Surabaya B. Keluhan utama: Bayi lemah . C. Riwayat Penyakit: By St anak pertama pasangan S.D dan IT yang lahir pada umur kehamilan 42 minggu, yakni tanggal 17/4 2001 lewat operasi SC, setelah sebelumnya gagal dilakukan Oxitocin Drip dan Forcep. BB lahir 3700 gr, PB : 51 cm, LK: 33 cm LD : 34 cm. Selama kehamilan ibu kontrol teratur ke bidan sesuai anjuran. Tinggi badan Ibu 147 cm. Status imunisasi TT pada ibu lengkap. Ibu tidak pernah sakit selama hamil. Ibu tidak pernah meminum jamu atau obat bebas lainnya selama hamil. Sebelum persalinan, ibu mengeluh keluar ketuban sejak seminggu yang lalu dan pada saat persalinan ketuban tampak keruh kehijauan tetapi tidak bau. Kondisi bayi sesaat setelah persalinan sebagai berikut: - Keadaan umum : gerak tangis cukup - Kulit : Pink pale pada seluruh bagian tubuh - Pada kepala : ditemukan caput sucsedanium tetapi tidak ditemukan chepal hematum. - THT : normal - Dada : Normal - Paru : Wh -/- Ronchi : -/- RR = 48 X/mnt - Jantung : S1 dan S2 Normal, HR : 140 X/mnt, Denyut femoralis +/+ - Jitteres : - - Kejang : - - Cyanosis : - - Keringat dingin : - - Bab : + lembek warna kuning kehitaman - Bak : + jernih Apgar skor : 5 – 7 Bayi didiagnose : Asfiksia sedang dan selanjutnya dirawat di ruang Neonatus Riwayat pemeriksaan lab : Pada tanggal 18/4 2001 : - Kadar GDA : 48 dl/% ( 70 – 130 mg/%) - CPR : - ( cut off < 0,6 ) Pada tanggal : 19 April 2001: DL : - HB : 11,9 dl/% (13-17 - Leuko : 17900 dl/% - GDA : 47 mg/% (70-130 mg %) UL : - Leuko : + ( Normal -) - Segmen : + 3 (Normal -) - Silinder : + 2 (Normal -) - Kristal : - (Normal -) Pada tanggal 22 April 2001 GDA : 20 gr/% Glukostik : 20 gr/% Karena terjadi hipoglikemi simptomatis, maka selanjutnya dilakukan penelusuran terhadap berbagai faktor kemungkinan yang menyebabkan timbulnya hipoglikemi baik pada keluarga maupun bayi. Dari penelusuran terhadap faktor-faktor yang kemungkinan menimbulkan kondisi hipoglikemi ditemukan sebagai berikut: - Riwayat orang tua maupun keluarga dari kedua orang tua yang menderita DM disangkal. - Riwayat penggunaan Narkotika oleh ibu disangkal. - Riwayat penggunaan alkohol oleh ibu disangkal. - Riwayat minum jamu selama masa kehamilan disangkal. - Riwayat menderita penyakit pada saat hamil oleh ibu disangkal. - Riwayat menggunakan obat kortikosteroid selama kehamilan disangkal. - Riwayat keluarga yang menderita kanker disangkal. - Riwayat penyakit ginjal pada keluarga disangkal. - Riwayat menderita infeksi berat setelah persalinan disangkal. - Anak hingga saat ini belum diimunisasi Therapi yang telah didapatkan dari tanggal 18 s.d 22 April 2001 sebagai berikut: - Dex 15 % 287 cc/24 jam IV - ASI 12 X 20 cc/speen - Solucortef : 3 X 5 mg IV - Pembritin : 2 X 15 mg Im - O2 : 1-2 lt / mnt - Termoregulasi D.Data Biopsikososialspiritual: 1. Keadaan Umum : Kesadaran baik, bayi tampak lemah, kulit pucat, tangis lemah, tanda-tanda infeksi tidak ada. BB : 3750 gr. 2. Sistem respirasi: Hidung normal, gerakan dada simetris, hidung terpasang kanul 02 2 1 liter/menit, respirasi 72 X/menit reguler, Whezing -/-, Rochi -/-, sekret pada jalan nafas (-). 4. Sistem Sirkulasi: Akral hangat, kulit pink pale, kapillari refill normal, Ukuran dan posisi anatomi jantung normal, S1 dan S2 normal reguler, Frekwensi nadi 136 X/menit reguler, denyut nadi arteri femoralis +, bendungan vena jugularis (-), suhu 36,8 o C. 5. Neurologis: Tidak tampak adanya paralise baik pada ektremitas maupun wajah. Ovula simetris, lidah simetris. Tremor (-), Jeterry (-), kejang (-). Reflek moro (+), reflek menggenggam (+), reflek menghisap (+). Babinski (-), kaku kuduk (-), keringat dingin (-). 6. Gastrointestinal: Rongga mulut tidak tampak kelainan anatomi, moniliasis (+), reflek menghisap (+), kemampuan menelan baik, Peristaltik (+), minum kuat, muntah (-), hepar (N), bab 10 X/hari warna kehijauan dan berlendir, anus tampak kemerahan dan terlihat kandida. 7. Perkemihan: Tanda hernia (-), paricocel (-), bak normal warna kuning jernih, frekwensi 12 X/24 jam. Tanda-tanda ISK (-). 8. Reproduksi: Bayi laki-laki, ginekomasti (+),penis normal, skrotum agak padat dan kemerahan. 9. Muskulo skeletal Pada kepala terpasang wing nidle Dex 15 % 10 tetes/menit. Lingkar kepala 33 cm, hidrocephalus tidak ada, tulang-tulang kepala intak, tidak ditemukan bulging pada ubun-ubun. Tulang ektremitas normal, tulang belakang normal, spina bifida (-), kekuatan ektremitas normal. 10. Endokrine: Suhu tubuh 36,8 o C, Gula darah acak hasil lab 48 mg/% dan hasil glukostik 20 mg/%, keringat dingin (-). 11. Integumen Kulit pink pale, cyanosis (-), ikterus (-), turgor baik, erytema (-), petechie (-) kulit pada ektremitas bawah tampak kering dan terkelupas, tampak lecet dan kemerahan pada kulit sekitas anus dan skrotum, tampak nodul kemerahan didaerah sakrum dan femur. Leher bersih dan tidak ditemukan kelainan. Kulit tangan dan kaki normal. Bentuk dan ukuran serta posisi telinga tidak tampak kelainan. Kebersihan kulit cukup. 12. Sosial Kedua orang tua sering menanyakan keadaan anaknya dan meminta agar segera bisa diajak pulang. Ibu ingin menyusui anaknya. Keluarga sangat mengharapkan bayinya. Keluarga bertanya bagimana kemungkinan anaknya. Orang tua takut karena anaknya banyak memakai selang. E. Data penunjang: Laboratorium : - GDA : 48 mg/% - CRP : (-) - HB : 11,9 g/% - Leuko : 17.900 - Pada pemeriksaan UL ditemukan: - Silinder (+) - Segmen (+) - Leuko (+) - Kristal (-) - Pada pemeriksaan USG kepala : tidak tampak ada kelainan Therapi: - Dex 15 % 287 cc/24 jam IV - ASI 12 X 27 cc/speen - Solucortef : 3 X 5 mg IV - Pembritin : 2 X 15 mg Im - O2 : 1-2 lt / mnt -Termoregulasi - II. ANALISA DATA NO DATA PENYEBAB MASALAH Subyektif: - Bayi lahir tanggal 17/4 2001 dengan SC dan mengalami asfeksia sedang. Data obyektif Bayi tampak lemah, terpasang infus pada kepala, Leuko : 17.900 CRP (-), menyusu kuat, S : 36,8 o C, N : 136 X/mnt, R : 74 X/mnt. UL : segmen (+), silinder (+), leuko (+), ada lesi pada sakrum dan femur - Daya tahan dan fungsi imun masih lemah Sudah terjadi infeksi Banyaknya port the entry kuman eksogen Hipoglikemi Penerapan teknik sepsis dan Asepsis tidak baik Perhatian terhadap personal Higiene kurang DAPAT TERJADI INFEKSI SEKUNDER Potensial terjadi infeksi sekunder 2. Data subyektif: - Kejang (-) - Gemetar (-) Data obyektif - GDA : 48 mg/% - Jetere : (-) - Kejang (-) - Keringat dingin (-) - Gemetar (-) - Infus Dex 15 % 10 tts/mnt, ASI/susu : 12 X 27 cc. - Minum kuat - Bayi tampak lemah - BB : 3750 gr. - Silocotef 3 X 12 iu Faktor genetik (hiperinsulinisme) Pemakaian gkulosa darah Meningkat. Adanya proses infeksi Metabilisme naik Kebutuhan glukosa naik Mekanisme termoregulasi Belum optimal Kecendrungan hipotermi Kebutuhan glukosa naik Silokortef(kortikosteroid) Fungsi meningkatkan uptake glukosa tetapi dipihak lain meningkatkan kadar kortisol. Kortisol yang tinggi dapat meningkatkan produksi insulin serta menghambat penyerapan glukosa di GI tract Hipoglikemi Potensial terjadi komplikas 3 Data subyektif: - Data obyektif: - Moniliasis - Kandidiasis pada bokong dan punggung - Bak 12 X/24 jam - Bab 10 X/24 jam Sisa/Endapan susu yang tidak dibersihkan di mulut Oral higiene buruk Media pertumbuhan jamur pd mulut bayi (Moniliasis) Rendaman dari air kencing dan sisa feces (zat iritan bagi kulit dan media pertumbuhan jamur) Personal higiene kurang Kandidiasis/lesi pada kulit Personal higiene kurang 4. Subyektif: - Orang tua sering bertanya kapan anaknya akan pulang. - Orang tua sering bertanya bagaimana nantinya anaknya. Orang tua merasa takut anaknya memakai banyak selang. Bayi merupakan anak yang sangat diharapkan Keluarga belum dapat informasi tentang penyakit, tindakan dan prognose penyakit anaknya Kecemasan Kecemasan III. DIAGNOSE KEPERAWATAN 1. Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi 2. Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah 3. Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. 4. Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. IV. RENCANA KEPERAWATAN DX Tujuan Rencana Tindakan Rasional Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder dengan kriteria: - Suhu 36,5-37,5 - CRP (-) - Minum kuat - Bengkak(-) - Kemerahan(-) - Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan - Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril - Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas. - Perhatikan kondisi feces bayi - Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. - Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL , CRP, serta kultur - Untuk mencegah cross infeksi dari dan ke tubuh klien. - Menghindari invasi dan cross infeksi dari linen yang dipakai - Infeksi saluran nafas dapat menular dengan cepat kepada neonatus karena imunitas bayi belum matur. - Perubahan feces baik warna yang menjadi kehijauan, konsistensi yang cair dan berlendir merupakan pertanda infeksi GI tract yang harus diwaspadai, terutama akibat kuman Salmonela. - Menghindari infeksi dari keluarga ke bayi - Pembritin merupakan antibiotik spektrum luas yang mengandung Ampisislin Trihidrat sebagai propilaksis utama. Efek samping yang diperhatikan adalah: dapat timbul diare, reaksi anafilaksis, serta resistensi. - Sebagai indikator utama jika terjadi infeksi, terutama adanya peningkatan kadar CRP dan leuko pada pemeriksaan darah Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi komplikasi akibat hipoglikemi: - GDA : 70-130 - Tremor (-) - K. Dingin (-) - Kejang (-) - Koma (-) - - Cek GDA setiap 24 jam. - Monitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Monitor vital sign - Monitor kesadaran - Lakukan pemberian susu manis peroral 27 cc X 12 - Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi. - Cek BB setiap hari - Hindari terjadinya hipotermi - Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV 10 tts/menit - Mengetahui kadar glukosa sebagai bahan pertimbangan pemberian tindakan selanjutnya. - Hipoglikemi merangsang saraf otonom bekerja lebih aktif sehingga merangsang pembentukan efinefrin yang dimanifestasikan dengan gugup, keringat dingin, kejang, nadi meningkat, suhu turun, tachipnoe dan penurunan kesadaran. Dengan demikian monitoring tanda-tanda tersebut dapat mencegah kondisi komplikasi yang lebih dalam berupa kerusakan otak yang irreversibel. - Untuk memenuhi asupan glukosa dan gizi untuk perkembagan tubuh bayi. - Hipotermi, stress, infeksi dapat meningkatkan kebutuhan glukosa sehingga makin memperparah kondisi hipoglikemi. - Untuk mengetahui jika terjadi kekurangan intake yang berpotensi menimbulkan kondisi kurang gizi. - Hipotermi, meningkatkan kebutuhan glukosa sehingga makin memperparah kondisi hipoglikemi. - Untuk memenuhi suplai glukosa. Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Setelah dirawat selama 3 hari : Personal higiene bayi baik dengan kriteria: - Moniliasis (-) - Kandidiasis – - Kulit bersih - Pakaian kering - Bersihkan mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Berikan mycostatin pada oral - Ganti pakaian bayi setiap Bak/Bab - Berikan Zink Zalf pada kulit yang iritasi. - Berikan Mico-Z pada bagian tubuh yang mengalami kandidiasis - Mandikan bayi 1 kali sehari - Bersihnya endapan susu/asi akan mencegah timbulnya moniliasis. - Mycostatin akan membunuh jamur dan spora pada mulut bayi. - Kulit yang kering akan terhindar dari iritasi dan pertumbuhan jamur/kandida. - Zink zalf sebagai baktericide yang dapat membunuh dan menghambat perkembangan bakteri patogen sehingga infeksi sekunder bisa dicegah. - Mico-Z sebagai antifungi dapat membunuh jamur serta spora. - Mengurangi perkembangan kuman indogen maupun eksogen di kulit yang bersifat patogen. Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Setelah dirawat selama 3 X 15 menit keluarga tenang - tidak gelisah - kooperatif - Ikut merawat bayi. - - Berikan penjelasan tentang penyakit, penanganan dan prognose dari penyakit anak. - Ikutsertakan keluarga dalam perawatan bayi. - Berikan penjelasan tentang teknik menyusui dan perawatan payudara. - - Penjelasan yang benar akan menyebabkan tingkat kecemasan keluarga kurang. - Keluarga akan dapat ikut merasakan dan mengetahui perkembangan bayi, sehingga kecemasan orang tua bisa berkurang - Untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan kebutuhan kasih sayang pada bayi. Asi mengandung imunoglobulin untuk menambah daya tahan bayi. V. TINDAKAN KEPERAWATAN DX HARI/TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Selasa 24 April 2001 07.00 07.30 10.00 12.00 12.15 12.30 Rabu, 25/4 2001 07.00 07.30 12.00 12.15 13.30 14.00 07.00 Kamis, 26/4 2001 07.30 10.00 12.00 13.30 14.00 - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - HE agar ibu memeprhatikan kebersihan tangan dan pakaian sebelum kontak dengan bayi. - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. Lakukan pemeriksaan DL, - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. - Ganti pakaian bayi - Observasi KU Bayi - - Kompres dingin Kolaborasi pemberian Chloramfenicol 3 X 15 mg - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Observasi KU Kolaborasi pemberian antibiotik untuk mengatasi selulitis: berupa Meronem 3 X 38 mg IV - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. Cloramfenikol 3 X 15 mg - Ganti pakaian bayi - Observasi KU Bayi - Kompres dingin - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi lembek - Ibu mengerti - Popok dan alas kering. - Reaksi alergi (-) - Bahan lab sudah diambil - Popok dan alas kering. - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi encer berlendir. - Popok dan alas kering. - Reaksi alergi (-) Popok dan alas kering. S : 38,9 o C, Nadi 148 X/mnt, Bab encer dan berlendir, bayi rewel, minum kuat. - Kompres terpasang Pemberian Chloramfenicol 15 mg oral. - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi encer berlendir. - - Popok dan alas kering. - Bab berlendir, S : 38 o C, tampak selulitis pada lipatan paha - Reaksi alergi (-) Popok dan alas kering. S : 38,9 o C, Nadi 148 X/mnt, Bab encer dan berlendir, bayi rewel, , selulitis (+) minum kuat, dilakukan pemasangan NGT . Segera pindahkan ke Ruang Isolasi I - Kompres terpasang Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Selasa 24 April 2001 07.00 07.30 08.00 10.00 12.00 Rabu, 25/4 2001 07.00 07.30 10.00 12.00 14.00 Kamis 26/4/2001 07.00 07.30 10.00 12.00 14.00 - Menimbang BB - Mengambil bahan GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 15 % - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc Menimbang BB - Mengambil bahan GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 15 % - Pemberian ASI/Formula manis pesonde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc Menimbang BB - Mengambil hasil lab GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 5 % - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - BB 3800 gr. - Bahan terambil - Glukostik 20 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 60 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Minum kuat - Minum kuat - Minum kuat - BB 3800 gr. - Bahan terambil - Glukostik 20 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 78 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Retensi 6 cc - Retensi 5 cc - Retensi 3 cc - Retensi (-) - BB 3800 gr. - GDA 70-110 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 70 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Minum kuat - Minum kuat[ - Minum kuat - Minum kuat DX HARI/TANGGAL JAM TINDAKAN PERAWATAN EVALUASI Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Selasa 24/4/2001 08.00 10.00 12.00 14.00 Rabu,25/4/ 2001 08.00 10.00 12.00 14.00 Kamis, 26/4/2001 08.00 10.00 12.00 14.00 - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Mandikan bayi 1 kali sehari - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Mandikan bayi 1 kali sehari - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih DX HARI/TGL/ JAM TINDAKAN PERAWATAN EVALUASI Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Selasa, 24/4/2001 11.00 Rabu, 25/4 2001 11.00 - Memberikan penjelasan tentang penyakit, penanganan dan prognose dari penyakit anak kepeda ibu dan bapak dari bayi. - Ikutsertakan keluarga dalam perawatan bayi. - Memberikan penjelasan tentang teknik menyusui dan perawatan payudara. -Orang tua mengerti - Ibu mengerti dan mulai merawat payudara VI. CATATAN PERKEMBANGAN DX HARI/TGL JAM SOAP 1. Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : Tampak tanda radang pada lipatan paha (selulitis), S : 37,5 o C, Nadi : 88 X mnt, RR : 30 X/mnt, tampak lesi pada punggung dan anus, CRP : 17,9 A : Terjadi infeksi skunder P : - Pindahkan bayi ke ruang Isolasi I - Lanjutkan rencana seperti renpra ditambah kolaborasi: - Meronem Injeksi : 3 X 38 mg IV - Observasi tanda – tanda perluasan selulitis - Kolaborasi pemeriksaan Kultur Feces, Urine dan darah serta pemeriksaan DL dan CRP. 2. Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : GDA 73 mg/% Glukostik : 70- 110 ( 80 – 130 mg/%) Tremor (-), Keringat dingin (-), Penurunan keasadaran (-), Kadar insulin 36 ( N : 10-20) Kortisol : 171,6 ( N : 90 – 120 iu) A : Masalah teratasi sebagian P : Observasi tanda-tanda hipoglikemi - Lakukan pemeriksaan GDA - Hentikan pemberian salukortef - Berikan minum Asi/ susu 28 cc/2jam Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : Rewel (-), kulit bersih, kandida (+), pakaian kering, moniliasis (-). A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan rencana 4.Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : Keluarga dapat mengerti sepenuhnya keadaan bayi, Keluarga senantiasa akan membantu dalam perawatan bayi, Ibu bersedia memberikan bayinya ASI, Ibu sudah bisa merawat payudaranya, terutama putingnya sehingga mudah diisap oleh bayi O : Bayi disusui langsung oleh ibu, Keluarga bersedia agar anaknya terus dirawat hingga benar-benar sembuh. Bapak memberi dukungan ibu. A : Masalah teratasi P : - DAFTAR PUSTAKA Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta. Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia
Read rest of entry

ASKEP ANAK DENGAN HIDROCEPHALUS

2.1 Pengertian
Hidrocephalus adalah kelainan dimana terjadi peningkatan jumlah cairan cerebrospinal dalam rongga otak dan atau spinal. (Staf pengajar IKA UI)

2.2 Etiologi
Kelainan Bawaan (Congenital Defect)
Infeksi
Neoplasma
Perdarahan intracranial

<"baca lenkap...">
2.3 Patofisiologi

Kelainan Kongenital Infeksi
Neoplasma Perdarahan



- Obstruksi salah satu tempat pembentukan (Ventr.III / IV)
- Obstuksi pada duktus rongga tengkorak
- Ggn absorbsi LCS (Foramen Monroe, Luscha & Magendie Keradangan jaringan otak Meningkatnya jumlah cairan dalam ruang subarachnoid


Jumlah LCS
- Obstruksi tempat pembentukan/ penyerapan LCS
- Rangsangan produksi LCS Meningkatkan jumlah cairan dalam ruang subarachnoid


Peningkatan Tekanan terhadap Jaringan otak (Internal) dan tengkorak (eksternal)
Sutura belum menutup sempurna


Pembesaran Relatif Otak/Kepala
PK : Peningkatan TIK
Ggn. Rasa Nyaman : Nyeri


Gangguan Aktivitas
Resiko tinggi Cidera Ggn. Rasa Nyaman : Nyeri

POHON MASALAH


Peningkatan Jumlah Cairan Cerebrosinal



Terpasang Shunt Peningkatan TIK Pembesaran kepala


Kejang


Resiko cidera Nyeri Muntah Ggn Mobilitas

Resiko tinggi Ggn Integritas kulit
Infeksi
Nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko gangguan bersihan jalan nafas



2.4 Tanda dan Gejala
 Tanda peningkatan TIK: Nyeri Kepala, mual, mau muntah, oedema papil syaraf
 Pembesaran relatif kepala (ukuran suboccipito – bregmatica)
 Pot crack sign
 Sunset sign
 Ubun-ubun belum menutup saat waktunya
 Dahi melebar, kulit kepala menipis, tegang dan mengkilat
 Bola mata terdorong kebawah (Sunset sign)
 Menangis nada tinggi (pitched)
 Gangguan neurologis : kejang, gangguan syaraf pusat
 Pada pemeriksaan penunjang ditemukan sutura belum menutup/melebar; LCS dengan atau tanpa kuman dengan biakan dimana protein LCS normal atau menurun, Leukosit meningkat/tetap dan glukosa menurun atau tetap.

2.5 Penatalaksanaan
- Istirahat mutlak
- Cegah resiko / gejala peningkatan Tekanan Intra Kranial
- Cegah resiko injuri/cidera
- Cegah gangguan neurologis

Bebapa teknik pengobatan yang telah dkembangkan meliputi pengurangan produksi LCS dengan merusak sebagian fleksus (Choroidalis)
Pengobatan dengan Azetazolamid (Diamox) untuk inhibisi LCS
Memperbaiki hubungan tempat poduksi (Fleksus Choroidalis) dengan tempat reabsorbsi
Pengeluaran LCS ke organ ekstrakranial :
- Drainase Ventrico-Peritonial
- Drainase Lombo – Peritoneal
- Drainase Ventriculo – Pleural
- Drainase dari antrum mastoid
- Drainase dalam jantung/Vena Jugularis

2.6 Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang dapat muncul pada neonatus yang mungkin muncul adalah :
1. Resiko tinggi cidera b.d kejang, gangguan pust vital
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b.d regulasi cairan inadekuat
3. Potensial Komplikasi : Peningkatan TIK
Rencana tindakan :

Resiko Tinggi Cidera b.d Kejang, Ganguan Pusat Vital
Tujuan : tidak terjadi cidera yang diakibatkan oleh penurunan/gangguan pusat vital
Kriteria hasil :
- Tidak ada kejang
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi Rasional
Kaji tanda vital setiap 2 jam atau bila perlu


Pastikan posisi anak dalam keadaan aman, jauhkan benda berbahaya

Hindari manipulasi berlebihan, lakukan pengukuran tanda vital segera setelah melakukan tindakan dalam jangka relatif lama

Pasang sudip lidah saat kejang

Berikan obat antikonvulsi bila perlu sesuai prosedur pengobatan
Gangguan pusat vital sebagai manivestasi gangguan neurologis/akibat peningkatan TIK dapat terjadi dalam waktu yang sangat cepat dan dapat menimbulkan gangguan yang buruk
Kejang yang tidak terkontrol mempengaruhi fungsi motorik dan sensorik

Manipulasi berlebih terutama pada kepala dapat menimbulkan peningkatan tekanan intracranial yang dimanivestasikan dengan perubahan tanda vital

Obstruksi napas dapat terjadi saat kejang

Pemberian obat antikonvulsan lebih utama diberikan pada kecenderungan kejang yang sering


Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elekrtolit b.d Regulasi cairan inadekuat
Tujuan : Kebutuhan Cairan tubuh terpenuhi dan elektrolit tubuh dalam status maintenens
Kriteria hasil :
- Intake dan Output cairan seimbang
- Kadar Elektrolit dalam batas normal
Intervensi Rasional
Kaji intake dan output harian


Ukur lingkar kepala dan berat badan secara teratur

Berikan cairan sesuai kebutuhan

Kaji tanda-tanda dini adanya dehidrasi

Ajarkan pada keluarga untuk memberikan cukup minum pada anak
Koreksi/evaluasi pemberian cairan minimal 3 hari sekali dengan pemeriksaan elektrolit Pemenuhan cairan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor : intake, suhu, BB, cara masuk cairan, dsb
Berat badan merupakan indikator kasar gangguan nutrisi dan cairan tubuh

Cairan rumatan dan cairan koreksi diperlukan untuk meningkatkan status cairan tubuh
Hiperventilasi dan diaporesis dapat tidak terkontrol; tetapi beresiko menimbulkan dehidrasi
Motivasi keluarga dalam memenuhi kebutuhan cairan / elektrolit bagi anak

Pemeriksaan kadar Na dan K merupakan indikator penting status cairan tubuh

Potensial Komplikasi : Peningkatan Tekanan Intrakranial
Tujuan : Tidak terjadi peningkatan tekanan intrakranial
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK : muntah, kejang, reflek pupil menurun
- Lingkar kepala tetap/menurun bertahap
Intervensi Rasional
Kaji adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial

Hindari manipulasi berlebih pada daerah kepala, punggung dan leher

Posisikan tulang belakang klien dalam kondisi lurus; hindari hiperfleksi/hiperekstensi kepala

Kolaborasi obat-obat antibiotik/ antineoplasma/ penekan susunan syaraf pusat bila ada indikasi

Kaji efek steroid bila ada indikasi penggunaan steroid Peninkatan Tekanan Intrakranial mengakibatkan muntah, nyeri kepala, dan gangguan pupil.
Hidrocepalus yang dikibatkan oleh obstruksi/ neoplasma dapat menjadi lebih buruk akibat perubahan posisi yang tidak menguntungkan
Hiperfleksi/hiperekstensi kepala dapat memprofokasi peningkatan TIK


Evaluasi terhadap keja/efek smping obat diperlukan dalam mengatasi masalah peningkatan tekanan intrakranial

Efek steroid terhadap peningkatan Tekanan Intrakranial dapat terjadi dengan berlahan/tiba-tiba

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Tanggal masuk : 8 Mei 2001 Jam Masuk : 10.30 WIB
Ruang : Neonatus (Isolasi I) No. Reg. Med : 10042316
Pengkajian : 28 Mei 2001


1.1 Identitas
Nama Klien : By. M Nama Orang Tua : Tn. S
Tgl Lahir : 7 Mei 2001 Umur : 29 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : - pendidikan : SLTA
Pekerjaan : - Pekerjaan : Swasta
Alamat : Simolawang III Sby

1.2 Riwayat Keperawatan
1.2.1 Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk rumah sakit dengan dibawa oleh keluarga/orang tua setelah sebelumnya dilahirkan karena terdapat pembesaran kepala, Lingkar kepala (ukuran frontooccipital) 45 Cm. Sutura tidak menutup sempurna dan ubun-ubun tegang. Kondisi ini mengakibatkan bayi tidak dapat menggerakkan kepala dan selalu menangis. Saat ini klien telah dioperasi dengan dipasang shunt ventriculobdominal (tanggal 20 Mei 2001). Kulit kepala tidak tegang dan anak relatif tenang.

1.2.2 Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan ibu tidak pernah menderita penyakit, Ibu tidak menderita penyakit demam, campak, atau perdarahan serta mules yang berlebihan. Ibu juga tidak pernah mengalami trauma fisik selama kehamilan.
Selama kehamilan ibu selalu memeriksakan dirinya ke Bidan dan Rumah Sakit. Ibu mengetahui bahwa bayinya akan besar setelah mendapatkan penjelasan dari dokter dan dianjurkan untuk bersalin di Rumah Sakit.. Ibu tidak mengkonsumsi jamu atau obat-obatan selama hamil kecuali yang didapatkan dari Puskesmas/Rumah Sakit.

1.2.3 Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan secara operatif (Sectio Caesarea) di Rumah Sakit AURI dalam kondisi aterm. Bayi menangis spontan kuat, APGAR Skor 8-10. Bayi/klien tidak mengalami Cyanosis/icterus. Berat badan saat lahir 3500 gram, Panjang badan 45 Cm. Berat placenta tidak diketahui.

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Orang tua tidak ada yang menderita penyakit jantung, paru, penyakit kencing manis, penyakit gondok atau penyakit kronis lainnya. Dari keluarga tidak ada riwayat keturunan yang mengalami Epilepsi. Terdapat riwayat hidrocephalus dari garis keturunan ibu.

GENOGRAM















POLA-POLA KESEHATAN
1. Pola Manajemen Kesehatan
Ibu mengatakan bahwa baru saat ini klien dibawa berobat, dari Rumah Sakit AURI klien segara dirujuk ke RS Dr. Sutomo.

2. Pola Kebutuhan Nutrisi
Anak mendapatkan minuman ASI dan PASI dengan jumlah sekitar 350 cc/hari. Klien tidak mengalmi muntah saat makan, kemampuan menghisap cukup kuat.

3. Pola Eliminasi
Klien b.a.b 3-5 X/hari, tidak mengalami mencret atau feses cair.
Klien b.a.k 5 – 7 kali sehari dengan jumlah urine tidak terhitung (kurang lebih 200 cc) warna urine kuning jernih.

4. Pola Aktivitas Latihan
Mata Klien belum bisa mengikuti gerakan benda secara penuh, reflek mata terhadap benda baik, Klien belum dapat menggerakkan kepala miring kekanan kekiri. Kepala cenderung hiperekstensi. Klien hanya di tempat tidur.
Klien tampak menangis bila dilakukan manipulasi berlebih pada kepala atau saat pakaian basah. Suara tangisan hampir tidak terdengar.

5. Pola Istirahat – Tidur
Klien tidur sekitar 80 % waktu harian. Klien sering terbangun dengan manipulasi.

1.3 Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : Composmentis
Nadi : 120 X/menit
Pernafasan : 40 X/ menit
Suhu tubuh : 37,2O C
Panjang Badan : 47 Cm
Berat Badan : 3450 gram
Lingkar Kepala : 44 Cm
Lingkar Dada : 37 Cm


Kulit :
Turgor elastis, hiper/hipopigmentasi tidak ada, cyanosis tidak ada, icterus tidak ada, tumor dan oedema tidak ditemukan. Terdapat lesi pada telinga kiri dn ruam pada pipi kiri serta terdapat luka tertutup kassa pada punggung, abdomen dan kepala bagian parietal kanan. Keadaan balutan cukup bersih.

Kepala :
Bentuk kepala relatif simertis, sutura belum menutup. Bentuk tulang kepala cenderung melebar pipih pada tulng parietal (ship shape). Tidak ada hematoma, moulage relatif. Tidak ada caput succadeum maupun cephal hematoma. Kulit kepala tidak tegang dan cenderung berkerut. Teraba shunt pada sisi kanan kepala (parietal) menuju ke leher dan abdomen.

Mata :
Posisi simetris, ditemukan sunset sign, kornea jernih, iris simetris ukuran 10 mm, reflek pupil positif simetris, conjungtiva ananemis, sclera anicteric, hifema tidak ditemukan, ptosis, nigtagmus tidak ditemukan. Koordinasi gerak bola mata simetris dan mampu mengikuti pergerakan benda secara terbatas. Visus tidak diketahui.

Hidung :
Simetris, bersih, Conchae tidak membesar, tidak ada pernafasan cuping hidung, terdapat sedikit lendir pada hidung

Telinga :
Simetris, bersih, tidak ada tanda radang telinga/mastoid. Membrana timphani utuh. Refleks terhadap suara kurang (blink refleks negatif)

Mulut :
Bibir tidak cyanosis, mukosa mulut lembab, bibir tremor tidak ditemukan, tonsil tidak membesar, oropharing tidak hiperemis. Suara tangisan lemah hampir tak terdengar.

Leher :
Tidak terdapat pembesaran kelenjar thiroid dan kelenjar submandibular. Tidak ditemukan distensi vena jugularis.teraba shunt

Dada :
Inspeksi : Lingkar dana 37 Cm, bentuk simetris, trhill apex tidak ditemukan, Palpasi : Gerak dada simetris, focal fremitus simetris, teraba shunt
Perkusi : Tidak ditemukan pekak abnormal
Auskultasi : Suara napas lapang paru vesikuler tanpa wheezing dan ronchii. Suara jantung S1S2 tanpa split/ suara jantung tambahan.

Perut :
Bentuk simetris, tidak ditemukan massa, kulit supel, distensi vena abdominal tidak ditemukan, nyeri tekan tidak terindikasi, Bising usus tidak meningkat, abdominal bruits tidak ditemukan, Tidak ditemukan pembesaran limfe / hepar.

Ekstremitas
Lingkar lengan kiri 8 Cm, bentuk simetris tanpa ada lesi/bekas lesi. Tidak ditemukan deformitas, krepitasi.

Genital
Testis sudah turun, simetris, tidak terdapat pembesaran abnormal, tidak terdapat fimosis.

Anus
Lubang anus ada, posisi simetris

Refleks :
Refleks morro : positif
Refleks Plantar : baik, simetris
Sucking refleks : positif, kuat
Rooting refleks : positif




Pemeriksaan Penunjang :
Radiologi : Gambaran Scanning menunjukkan tidak adanya massa/tumor dan terjadi pembesaran pada ventrikel III

Laboratorium (tanggal 28 dan 26 Mei 2001)
Hb : 11,2 mg% (13,4 – 18)
Ht : 37 % (40 – 54%)
Eritrosit : 3.560.000 (4,5 – 6,5 juta)
Leukosit : 13700 (9000-11.000)
Trombosit : 342.000 (150-450 ribu)

LCS
Sel : 43 (0 – 5)
Monomuchlear : 88%
PMN : 12 %
Pemeriksaan gram : (-)
Pemeriksaan kultur : (-)/E. Colli

Analisa Data
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS:-
DO:
Pembesara relatif kepala (lingk. Kpl 44 cm)
Sutura belum menutup
Terdapt shunt
Gangguan kongenital, infeksi, neoplasma, perdarahan

Peningkatan relatif LCS

Penekanan jaringan otak (internal) dan tulang tengkorak (eksternal)

Peningkatan TIK

Muntah, kejang, kaku kuduk, nyeri kepala, reflek pupil menurun
Resiko tinggi peningkatan TIK
DS :-
DO Menangis lemah (pitched)
Pebesaran kepala
Sutura belum menutup bayi tidak mampu berpindah
Peningkatan relatif LCS

Peningkatan TIK Kelemahan

Keterbatasan aktivitas
Resiko kejang, muntah, kaku kuduk

Mudah terjatuh
Mudah mengalami aspirasi
Resiko tinggi cidera
DS : -
DO :
Terdapat luka operasi
Terdapat ruam di pipi
Terdapat luka di telinga Produksi LCS Meningkat

Pembesaran relatif Prosedur
Kepala Operatif

Mobilisasi terbatas Luka

Kerusakan jaringan kulit
Gangguan Integritas Kulit

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi peningkatan Tekanan Intra Kranial b.d peningkatan produksi LCS
2. Gangguan Integitas kulit b.d Mobilisasi fisik minimal
3. Resiko tinggi cidera b.d kelemahan, kondisi maturitas kurang


3.2 Perencanaan
Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi Peningkatan Tekanan Intrakranial b.d peningkatan LCS
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK selama perawatan
Kriteria hasil :
- Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
- Lingkar kepala tetap/menurun bertahap
Intervensi Rasional
Kaji adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial : kejang, muntah,
Reflek pupil cahaya menurun
Lakukan manipulasi secara hati-hati terutama pada daerah kepala, punggung dan leher

Posisikan tulang belakang klien dalam kondisi lurus; hindari hiperfleksi/
hiperekstensi kepala

Kaji kondisi shunt setiap hari
Peningkatan Tekanan Intrakranial mengakibatkan ubun-ubun cembung, muntah, nyeri kepala, dan gangguan pupil.
Manipulasi berlebih dapat memprofokasi timbulnya peningkatan TIK


perubahan posisi yang tidak menguntungkan seperti Hiperfleksi/hiperekstensi kepala dapat mempengaruhi tekanan intrakranial serta mempengaruhi shunt
kerusakan/sumbatan pada shunt dapat mempengaruhi tekanan intrakranial


Diagnosa Keperawatan : Gangguan Integritas Kulit b.d Mobilisasi Fisik Minimal
Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit
Kriteria hasil :
- Kulit dalam kondisi bersih dan kering
- Luka/ruam tidak ditemukan lagi
Intervensi Rasional
Kaji lokasi, luas dan kedalaman luka

Kaji kondisi kulit lainnya yang beresiko timbulnya luka

Lakukan perawatan luka

Lakukan perubahan posisi tiap 2 jam
Luka akibat tekanan (shore wound) dapat melebar bila tidk disertai tindakan yang adekuat
Luka dapat timbul dari daerah yang banyak mengalami penekanan

Mengatasi/mengobati luka dan mencegah infeksi

Meminimalkan resiko terbentuknya shore wound baru

Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi Cidera b.d kelemahan, kurang kesadaran akan bahaya
Tujuan : tidak terjadi peningkatan cidera/injuri pada organ/sistem tubuh
Kriteria hasil :
- Kondisi tubuh dan sistem tubuh relatif stabil
- Tanda-tanda vital stabil
Intervensi Rasional
Bersihkan lingkungan klien dari benda berbahaya

Asistensi/jaga klien selama dilakukan prosedur

Perhatikan tanda-tanda kejang

Atur posisi klien
Benda berbahaya dapat menyebabkan cidera


Meminimalisasi resiko cidera


Kejang dapat terjadi akibat peningkatan TIK

Injuri dapat terjadi akibat gestur yang tidak tepat

3.3 Pelaksanaan dan Evaluasi
Tanggal 28 April 2001
Diagnosa I : Resiko tinggi peningkatan TIK b.d peningkatan LCS
Data Tindakan Evaluasi
DS:-
DO:
Pembesara relatif kepala (lingk. Kpl 44 cm)
Sutura belum menutup
Terdapt shunt
Melakukan pengawa-san tanda peningkatan TIK satu jam sekali dan saat dilakukan manipulasi
Mengganti posisi tiap satu jam sekali
Mengkaji kondisi shunt
Melakukan pengurutan daerah shunt S : -
O : Lingkar kepala tidak bertambah, distensi fontnel tidak ditemukan
Kondisi shunt baik
Klien posisi miring ke kanan
A : Resiko penigkatan TIK masih ada
P : Frekuensi pengawasan resiko TIK meningkat dapat dikurangi

Diagnosa II : Gangguan Integritas kulit b.d mobilisasi fisik minimal, prosedur operasi
Data Tindakan Evaluasi

DS : -
DO :
Terdapat luka operasi
Terdapat ruam di pipi
Terdapat luka di telinga -Mengkai kondisi luka
-Membedakan luka operatif dengan luka tekanan
-mengkaji kondisi kulit yang beresiko luka
-merawat luka di bagian kepala, telinga dan pipi
-Memberi salep antibiotika sesuai kebutuhan dan advis dokter
-mengubah posisi klien S:-
O :
-Luka kering bagian kepala, luka basah (shore wound) bagian telinga dan ruam pipi kmerahan
-Kondisi luka bersih, diberi salep antibiotik
-Luka operasi tertutup, penutup bersih dan kering
-Klien posisi miring
A; Gangguan integritas kulit masih terjadi
P : Intervensi dilanjutkan dan KIE ibu untuk membersihkan sisa ASI di mulut dengan baik


Diagnosa III : Resiko tinggi Cidera b.d kelemahan, kurng kesadaran akan bahaya
Data Tindakan Evaluasi
DS :-
DO Menangis lemah (pitched)
Pebesaran kepala
Sutura belum menutup bayi tidak mampu berpindah -Membersihkan tempat tidur klien
-mengganti kain yang basah
-Memperhatikan tanda kejang
-Mengatur posisi klien
-memasang pakaian agak longgar S : -
O :
-Tempat tidur bersih
-kain/pakaian bering
-kejang tidak terjadi
-tanda vital normal
-klien dalam posisi miring
A : Resiko tinggi cidera
P : Intervensi dilanjutkan, KIE Ibu teknik stimulasi dan cara mencegah injuri



Tanggal 29 Mei 2001

Diagnosa I : Resiko tinggi peningkatan TIK b.d peningkatan LCS
Data Tindakan Evaluasi
DS:-
DO:
Pembesara relatif kepala (lingk. Kpl 44 cm)
Sutura belum menutup
Terdapt shunt
Melakukan pengwasan tanda peningkatan TIK dua jam sekali dan saat dilakukan manipulasi
Memposisikan klien miring
Mengkaji kondisi shunt
Melakukan pengurutan daerah shunt S : -
O : tidak terdapat kejang,muntah
Kondisi shunt baik
Klien posisi miring ke kanan
Menangis pitched
A : Resiko peningkatan TIK masih ada
P : tindakan tetap dilanjutkan

Diagnosa II : Gangguan Integritas Kulit b.d mobilitas fisik minimal, prosedur operasi
Data Tindakan Evaluasi

DS : -
DO :
Terdapat luka operasi
Terdapat ruam di pipi
Terdapat luka di telinga -Mengkai kondisi luka
-mengkaji kondisi kulit yang beresiko luka
-merawat luka di bagian kepala, telinga dan pipi
-Memberi salep antibiotika sesuai kebutuhan dan advis dokter
-mengubah posisi klien
-Melakukan penyuluhan pada ibu tentang teknik menyusui yang baik dan cara membersihkan tumpakan ASI S:-
O :
-Luka kering bagian kepala, luka basah (shore wound) bagian telinga dan ruam pipi kemerahan
-Kondisi luka bersih, diberi salep antibiotik
-Tidak ada diaper rash
-Luka operasi tertutup, penutup bersih dan kering
-Klien posisi miring
-Ibu mengatakan mengerti isi penyuluhan yang diberikan
-Ibu mendemonstrasikan teknik menyusui yang baik
A; Gangguan integritas kulit masih terjadi
P : tindakan tetap dilanjutkan

Diagnosa III : Resiko tinggi Cidera b.d kelemahan, kurangnya kesadaran akan bahaya
Data Tindakan Evaluasi
DS :-
DO Menangis lemah (pitched)
Pebesaran kepala
Sutura belum menutup
Bayi tidak mampu berpindah -mengganti kain yang basah
-Memperhatikan tanda kejang
-Mengatur posisi klien
-memasang pakaian agak longgar
-Melakukan penyuluhan teknik stimulasi dan cara mencegah injuri S : -
O :
-Tempat tidur bersih
-kain/pakaian bering
-kejang tidak terjadi
-tanda vital normal
-klien dalam posisi miring
-Ibu mendemonstrasikan stimulasi kulit dan mengatakan akan selalu berhari-hti membawa bayinya
A : Resiko tinggi cidera
P : Tindakan tetap dilanjutkan


Tangal 30 Mei 2001
Diagnosa I : Resiko tinggi peningkatan TIK b.d Peningkatan LCS
Data Tindakan Evaluasi
DS:-
DO:
Pembesara relatif kepala (lingk. Kpl 44 cm)
Sutura belum menutup
Terdapt shunt
Melakukan pengawasan tanda peningkatan TIK dua jam sekali dan saat dilakukan manipulasi
Mengubah posisi klien
Melakukan manipulasi berlebih dan melihat respon bayi S : -
O : tidak terdapat kejang,muntah
Kondisi shunt baik
Klien posisi miring ke kiri
Menangis pitched
Tidak ada tanda peningkatan TIK dengan manipulasi berlebih
A : Masalah teratasi
P : Monitoring maintenens tetap dilakukan

Diagnosa II : Gangguan Integritas kulit b.d mobilisasi fisik minimal, prosedur operasi
Data Tindakan Evaluasi

DS : -
DO :
Terdapat luka operasi
Terdapat ruam di pipi
Terdapat luka di telinga
-merawat luka di bagian kepala, telinga dan pipi
-Memberi salep antibiotika sesuai kebutuhan dan advis dokter
-mengubah posisi klien
S:-
O :
-Luka di kepala, telinga dan pipi mengering
-Kondisi luka bersih, diberi salep antibiotik
-Tidak ada diaper rash
-Luka operasi tertutup, penutup bersih dan kering
-Klien posisi miring kiri
A; Gangguan integritas kulit masih terjadi
P : tindakan tetap dilanjutkan

Diagnosa III : Resiko tinggi Cidera b.d kelemahan, kurang kesadaran akan bahaya
Data Tindakan Evaluasi
DS :-
DO Menangis lemah (pitched)
Bayi tidak mampu berpindah (mobilisasi minimal) -mengganti kain yang basah
-Mengatur posisi klien
-Membersihkan tempat tidur S : -
O :
-Tempat tidur bersih
-kain/pakaian bering
-kejang tidak terjadi
-tanda vital normal
-klien dalam posisi miring kiri
A : Masalah berkurang
P : Monitoring tetap dilakukan

Tanggal 31 Mei 2001
Gangguan Integritas Kulit b.d mobilisasi fisik minimal
Data Tindakan Evaluasi

DS : -
DO :
Terdapat luka post operasi, kondisi kering
Ruan pipi dan luka di telinga telah mengering
-merawat luka di bagian kepala, telinga dan pipi
-Memberi salep antibiotika sesuai kebutuhan dan advis dokter
-mengubah posisi klien
S:-
O :
-Luka di perut dan punggung mengering
-Kondisi luka bersih, diberi salep
-Tidak ada diaper rash
-Klien posisi miring kanan
A; Gangguan integritas kulit masih terjadi
P : tindakan tetap dilanjutkan


Read rest of entry

ASUHAN KEPERAWATAN BAYI DENGAN HIRSCHPRUNG

I. Pengertian
Penyakit Hirschprung adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer, dkk. 2000). Dikenalkan pertama kali oleh Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis

II. Etiologi
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.

III. Komplikasi.
Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.

IV. Penatalaksanaan.
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan udara.
2. Tindakan bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, eneterokolitis berat dan keadaan umum buruk.
3. Tindakan bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat anastomosis.

V. Asuhan Keperawatan.
A. Pengkajian.
1. Identitas.
Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997).
2. Riwayat Keperawatan.
a. Keluhan utama.
Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.
b. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.
c. Riwayat penyakit dahulu.
Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.
d. Riwayat kesehatan keluarga.
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.
e. Riwayat kesehatan lingkungan.
Tidak ada hubungan dengan kesehatan lingkungan.
f. Imunisasi.
Tidak ada imunisasi untuk bayi atau anak dengan penyakit Hirschsprung.
g. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
h. Nutrisi.
3. Pemeriksaan fisik.
a. Sistem kardiovaskuler.
Tidak ada kelainan.
b. Sistem pernapasan.
Sesak napas, distres pernapasan.
c. Sistem pencernaan.
Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.
d. Sistem genitourinarius.
e. Sistem saraf.
Tidak ada kelainan.
f. Sistem lokomotor/muskuloskeletal.
Gangguan rasa nyaman.
g. Sistem endokrin.
Tidak ada kelainan.
h. Sistem integumen.
Akral hangat.
i. Sistem pendengaran.
Tidak ada kelainan.

4. Pemeriksaan diagnostik dan hasil.
a. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.
b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.
c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.
d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.


B. Masalah pemenuhan kebutuhan dasar (pohon masalah).






















C. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
4. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
5. Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan keadaan status kesehatan anak.


D. Perencanaan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan dan criteria hasil Intervensi Rasional
Gangguan eliminasi BAB : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong.
Pasien tidak mengalami ganggguan eliminasi dengan kriteria defekasi normal, tidak distensi abdomen. 1. Monitor cairan yang keluar dari kolostomi
2. Pantau jumlah cairan kolostomi

3. Pantau pengaruh diet terhadap pola defekasi
Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya
Jumlah cairan yang keluar dapat dipertimbangkan untuk penggantian cairan
Untuk mengetahui diet yang mempengaruhi pola defekasi terganggu.
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria dapat mentoleransi diet sesuai kebutuhan secara parenteal atau per oral. 1. Berikan nutrisi parenteral sesuai kebutuhan.
2. Pantau pemasukan makanan selama perawatan
3. Pantau atau timbang berat badan. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan

Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori
Untuk mengetahui perubahan berat badan
Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.
Kebutuhan cairan tubuh terpenuhi dengan kriteria tidak mengalami dehidrasi, turgor kulit normal. 1. Monitor tanda-tanda dehidrasi.

2. Monitor cairan yang masuk dan keluar.
3. Berikan caiaran sesuai kebutuhan dan yang diprograrmkan
Mengetahui kondisi dan menentukan langkah selanjutnya
Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
Mencegah terjadinya dehidrasi

Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan adanya distensi abdomen.
Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur 1. Kaji terhadap tanda nyeri

2. Berikan tindakan kenyamanan : menggendong, suara halus, ketenangan
3. Berikan obat analgesik sesuai program Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya
Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri
Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

Daftar Pustaka

Kuzemko, Jan, 1995, Pemeriksaan Klinis Anak, alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.

Lyke, Merchant Evelyn, 1992, Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.

Mansjoer, dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius, Jakarta.

Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta.


Read rest of entry

ASKEP. NEONATUS DENGAN HYPOGLIKEMI SIMPTOMATIS

A. Pengertian
Hipoglikemi adalah suatu keadaan, dimana kadar gula darah plasma puasa kurang dari 50 mg/%.
Populasi yang memiliki resiko tinggi mengalami hipoglikemi adalah:
- Diabetes melitus
- Parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Corticosteroid therapi
- Bayi dengan ibu dengan diabetik
- Bayi dengan kecil masa kehamilan
- Bayi dengan ibu yang ketergantungan narkotika
- Luka bakar
- Kanker pankreas
- Penyakit Addison’s
- Hiperfungsi kelenjar adrenal
- Penyakit hati

Type hipoglikemi digolongkan menjadi beberapa jenis yakni:
- Transisi dini neonatus ( early transitional neonatal ) : ukuran bayi yang besar ataupun normal yang mengalami kerusakan sistem produksi pankreas sehingga terjadi hiperinsulin.

- Hipoglikemi klasik sementara (Classic transient neonatal) : tarjadi jika bayi mengalami malnutrisi sehingga mengalami kekurangan cadangan lemak dan glikogen.

- Sekunder (Scondary) : sebagai suatu respon stress dari neonatus sehingga terjadi peningkatan metabolisme yang memerlukan banyak cadangan glikogen.

- Berulang ( Recurrent) : disebabkan oleh adanya kerusakan enzimatis, atau metabolisme insulin terganggu.

B. Patofiologi

Sepsis


Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga

Pemakaian parenteral nutrition


Enteral feeding


Pemakaian Corticosteroid therapi

Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika

Kanker pada keluarga



















C. Fokus Pengkajian
Data dasar yang perlu dikaji adalah :
1. Keluhan utama : sering tidak jelas tetapi bisanya simptomatis, dan lebih sering hipoglikemi merupakan diagnose sekunder yang menyertai keluhan lain sebelumnya seperti asfiksia, kejang, sepsis.

2. Riwayat :
- ANC
- Perinatal
- Post natal
- Imunisasi
- Diabetes melitus pada orang tua/ keluarga
- Pemakaian parenteral nutrition
- Sepsis
- Enteral feeding
- Pemakaian Corticosteroid therapi
- Ibu yang memakai atau ketergantungan narkotika
- Kanker
3. Data fokus
Data Subyektif:
- Sering masuk dengan keluhan yang tidak jelas
- Keluarga mengeluh bayinya keluar banyaj keringat dingin
- Rasa lapar (bayi sering nangis)
- Nyeri kepala
- Sering menguap
- Irritabel

Data obyektif:
- Parestisia pada bibir dan jari, gelisah, gugup, tremor, kejang, kaku,
- Hight—pitched cry, lemas, apatis, bingung, cyanosis, apnea, nafas cepat irreguler, keringat dingin, mata berputar-putar, menolak makan dan koma
- Plasma glukosa < 50 gr/% D. Diagnose dan Rencana Keperawatan 1. Resiko komplikasi berhubungan dengan kadar glukosa plasma yang rendah seperti, gangguan mental, gangguan perkembangan otak, gangguan fungsi saraf otonom, koma hipoglikemi Rencana tindakan: - Cek serum glukosa sebelum dan setelah makan - Monitor : kadar glukosa, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Monitor vital sign - Monitor kesadaran - Monitor tanda gugup, irritabilitas - Lakukan pemberian susu manis peroral 20 cc X 12 - Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi. - Cek BB setiap hari - Cek tanda-tanda infeksi - Hindari terjadinya hipotermi - Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV - Lakukan kolaborasi pemberian O2 1 lt – 2 lt /menit 2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan tubuh Rencana tindakan: - Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan - Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril - Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas. - Perhatikan kondisi feces bayi - Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. - Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL secara teratur. 3. Resiko Ggn Keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan peningkatan pengeluaran keringat - Cek intake dan output - Berikan cairan sesuai dengan kebutuhan bayi /kg BB/24 jam - Cek turgor kulit bayi - Kaji intoleransi minum bayi - Jika mengisap sudah baik anjurkan pemberian ASI 4. Keterbatasan gerak dan aktivitas berhubungan dengan hipoglikemi pada otot - Bantu pemenihan kebutuhan sehari-hari - Lakukan fisiotherapi - Ganti pakaian bayi secara teratur dan atau jika kotor dan basah. TINJAUAN KASUS I. PENGKAJIAN A. Identitas Klien Nama Klien : By It Reg. 10035078 Jenis kelamin : Laki-laki Penanggungjawab: Identitas Ayah Ibu Nama : Sd. It Umur : 30 th 25 th Agama : Islam Islam Suku : Jawa Jawa Pendidikan : SLTA SLTP Pekerjaan : Swasta Tidak bekerja Alamat : Kalibutuh RW 4/RT 2 Surabaya B. Keluhan utama: Bayi lemah . C. Riwayat Penyakit: By St anak pertama pasangan S.D dan IT yang lahir pada umur kehamilan 42 minggu, yakni tanggal 17/4 2001 lewat operasi SC, setelah sebelumnya gagal dilakukan Oxitocin Drip dan Forcep. BB lahir 3700 gr, PB : 51 cm, LK: 33 cm LD : 34 cm. Selama kehamilan ibu kontrol teratur ke bidan sesuai anjuran. Tinggi badan Ibu 147 cm. Status imunisasi TT pada ibu lengkap. Ibu tidak pernah sakit selama hamil. Ibu tidak pernah meminum jamu atau obat bebas lainnya selama hamil. Sebelum persalinan, ibu mengeluh keluar ketuban sejak seminggu yang lalu dan pada saat persalinan ketuban tampak keruh kehijauan tetapi tidak bau. Kondisi bayi sesaat setelah persalinan sebagai berikut: - Keadaan umum : gerak tangis cukup - Kulit : Pink pale pada seluruh bagian tubuh - Pada kepala : ditemukan caput sucsedanium tetapi tidak ditemukan chepal hematum. - THT : normal - Dada : Normal - Paru : Wh -/- Ronchi : -/- RR = 48 X/mnt - Jantung : S1 dan S2 Normal, HR : 140 X/mnt, Denyut femoralis +/+ - Jitteres : - - Kejang : - - Cyanosis : - - Keringat dingin : - - Bab : + lembek warna kuning kehitaman - Bak : + jernih Apgar skor : 5 – 7 Bayi didiagnose : Asfiksia sedang dan selanjutnya dirawat di ruang Neonatus Riwayat pemeriksaan lab : Pada tanggal 18/4 2001 : - Kadar GDA : 48 dl/% ( 70 – 130 mg/%) - CPR : - ( cut off < 0,6 ) Pada tanggal : 19 April 2001: DL : - HB : 11,9 dl/% (13-17 - Leuko : 17900 dl/% - GDA : 47 mg/% (70-130 mg %) UL : - Leuko : + ( Normal -) - Segmen : + 3 (Normal -) - Silinder : + 2 (Normal -) - Kristal : - (Normal -) Pada tanggal 22 April 2001 GDA : 20 gr/% Glukostik : 20 gr/% Karena terjadi hipoglikemi simptomatis, maka selanjutnya dilakukan penelusuran terhadap berbagai faktor kemungkinan yang menyebabkan timbulnya hipoglikemi baik pada keluarga maupun bayi. Dari penelusuran terhadap faktor-faktor yang kemungkinan menimbulkan kondisi hipoglikemi ditemukan sebagai berikut: - Riwayat orang tua maupun keluarga dari kedua orang tua yang menderita DM disangkal. - Riwayat penggunaan Narkotika oleh ibu disangkal. - Riwayat penggunaan alkohol oleh ibu disangkal. - Riwayat minum jamu selama masa kehamilan disangkal. - Riwayat menderita penyakit pada saat hamil oleh ibu disangkal. - Riwayat menggunakan obat kortikosteroid selama kehamilan disangkal. - Riwayat keluarga yang menderita kanker disangkal. - Riwayat penyakit ginjal pada keluarga disangkal. - Riwayat menderita infeksi berat setelah persalinan disangkal. - Anak hingga saat ini belum diimunisasi Therapi yang telah didapatkan dari tanggal 18 s.d 22 April 2001 sebagai berikut: - Dex 15 % 287 cc/24 jam IV - ASI 12 X 20 cc/speen - Solucortef : 3 X 5 mg IV - Pembritin : 2 X 15 mg Im - O2 : 1-2 lt / mnt - Termoregulasi D.Data Biopsikososialspiritual: 1. Keadaan Umum : Kesadaran baik, bayi tampak lemah, kulit pucat, tangis lemah, tanda-tanda infeksi tidak ada. BB : 3750 gr. 2. Sistem respirasi: Hidung normal, gerakan dada simetris, hidung terpasang kanul 02 2 1 liter/menit, respirasi 72 X/menit reguler, Whezing -/-, Rochi -/-, sekret pada jalan nafas (-). 5. Sistem Sirkulasi: Akral hangat, kulit pink pale, kapillari refill normal, Ukuran dan posisi anatomi jantung normal, S1 dan S2 normal reguler, Frekwensi nadi 136 X/menit reguler, denyut nadi arteri femoralis +, bendungan vena jugularis (-), suhu 36,8 o C. 6. Neurologis: Tidak tampak adanya paralise baik pada ektremitas maupun wajah. Ovula simetris, lidah simetris. Tremor (-), Jeterry (-), kejang (-). Reflek moro (+), reflek menggenggam (+), reflek menghisap (+). Babinski (-), kaku kuduk (-), keringat dingin (-). 7. Gastrointestinal: Rongga mulut tidak tampak kelainan anatomi, moniliasis (+), reflek menghisap (+), kemampuan menelan baik, Peristaltik (+), minum kuat, muntah (-), hepar (N), bab 10 X/hari warna kehijauan dan berlendir, anus tampak kemerahan dan terlihat kandida. 8. Perkemihan: Tanda hernia (-), paricocel (-), bak normal warna kuning jernih, frekwensi 12 X/24 jam. Tanda-tanda ISK (-). 9. Reproduksi: Bayi laki-laki, ginekomasti (+),penis normal, skrotum agak padat dan kemerahan. 10. Muskulo skeletal Pada kepala terpasang wing nidle Dex 15 % 10 tetes/menit. Lingkar kepala 33 cm, hidrocephalus tidak ada, tulang-tulang kepala intak, tidak ditemukan bulging pada ubun-ubun. Tulang ektremitas normal, tulang belakang normal, spina bifida (-), kekuatan ektremitas normal. 11. Endokrine: Suhu tubuh 36,8 o C, Gula darah acak hasil lab 48 mg/% dan hasil glukostik 20 mg/%, keringat dingin (-). 12. Integumen Kulit pink pale, cyanosis (-), ikterus (-), turgor baik, erytema (-), petechie (-) kulit pada ektremitas bawah tampak kering dan terkelupas, tampak lecet dan kemerahan pada kulit sekitas anus dan skrotum, tampak nodul kemerahan didaerah sakrum dan femur. Leher bersih dan tidak ditemukan kelainan. Kulit tangan dan kaki normal. Bentuk dan ukuran serta posisi telinga tidak tampak kelainan. Kebersihan kulit cukup. 13. Sosial Kedua orang tua sering menanyakan keadaan anaknya dan meminta agar segera bisa diajak pulang. Ibu ingin menyusui anaknya. Keluarga sangat mengharapkan bayinya. Keluarga bertanya bagimana kemungkinan anaknya. Orang tua takut karena anaknya banyak memakai selang. E. Data penunjang: Laboratorium : - GDA : 48 mg/% - CRP : (-) - HB : 11,9 g/% - Leuko : 17.900 - Pada pemeriksaan UL ditemukan: - Silinder (+) - Segmen (+) - Leuko (+) - Kristal (-) - Pada pemeriksaan USG kepala : tidak tampak ada kelainan Therapi: - Dex 15 % 287 cc/24 jam IV - ASI 12 X 27 cc/speen - Solucortef : 3 X 5 mg IV - Pembritin : 2 X 15 mg Im - O2 : 1-2 lt / mnt -Termoregulasi - II. ANALISA DATA NO DATA PENYEBAB MASALAH Subyektif: - Bayi lahir tanggal 17/4 2001 dengan SC dan mengalami asfeksia sedang. Data obyektif Bayi tampak lemah, terpasang infus pada kepala, Leuko : 17.900 CRP (-), menyusu kuat, S : 36,8 o C, N : 136 X/mnt, R : 74 X/mnt. UL : segmen (+), silinder (+), leuko (+), ada lesi pada sakrum dan femur - Daya tahan dan fungsi imun masih lemah Sudah terjadi infeksi Banyaknya port the entry kuman eksogen Hipoglikemi Penerapan teknik sepsis dan Asepsis tidak baik Perhatian terhadap personal Higiene kurang DAPAT TERJADI INFEKSI SEKUNDER Potensial terjadi infeksi sekunder 2. Data subyektif: - Kejang (-) - Gemetar (-) Data obyektif - GDA : 48 mg/% - Jetere : (-) - Kejang (-) - Keringat dingin (-) - Gemetar (-) - Infus Dex 15 % 10 tts/mnt, ASI/susu : 12 X 27 cc. - Minum kuat - Bayi tampak lemah - BB : 3750 gr. - Silocotef 3 X 12 iu Faktor genetik (hiperinsulinisme) Pemakaian gkulosa darah Meningkat. Adanya proses infeksi Metabilisme naik Kebutuhan glukosa naik Mekanisme termoregulasi Belum optimal Kecendrungan hipotermi Kebutuhan glukosa naik Silokortef(kortikosteroid) Fungsi meningkatkan uptake glukosa tetapi dipihak lain meningkatkan kadar kortisol. Kortisol yang tinggi dapat meningkatkan produksi insulin serta menghambat penyerapan glukosa di GI tract Hipoglikemi Potensial terjadi komplikas 3 Data subyektif: - Data obyektif: - Moniliasis - Kandidiasis pada bokong dan punggung - Bak 12 X/24 jam - Bab 10 X/24 jam Sisa/Endapan susu yang tidak dibersihkan di mulut Oral higiene buruk Media pertumbuhan jamur pd mulut bayi (Moniliasis) Rendaman dari air kencing dan sisa feces (zat iritan bagi kulit dan media pertumbuhan jamur) Personal higiene kurang Kandidiasis/lesi pada kulit Personal higiene kurang 4. Subyektif: - Orang tua sering bertanya kapan anaknya akan pulang. - Orang tua sering bertanya bagaimana nantinya anaknya. Orang tua merasa takut anaknya memakai banyak selang. Bayi merupakan anak yang sangat diharapkan Keluarga belum dapat informasi tentang penyakit, tindakan dan prognose penyakit anaknya Kecemasan Kecemasan III. DIAGNOSE KEPERAWATAN 1. Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi 2. Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah 3. Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. 4. Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. IV. RENCANA KEPERAWATAN DX Tujuan Rencana Tindakan Rasional Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi infeksi skunder dengan kriteria: - Suhu 36,5-37,5 - CRP (-) - Minum kuat - Bengkak(-) - Kemerahan(-) - Lakukan prosedur perawatan tangan sebelum dan setelah tindakan - Pastikan setiap benda yang dipakai kontak dengan bayi dalam keadaan bersih atau steril - Cegah kontak dengan petugas atau pihak lain yang menderita infeksi saluran nafas. - Perhatikan kondisi feces bayi - Anjurkan keluarga agar mengikuti prosedur septik aseptik. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. - Lakukan pemeriksaan DL, UL, FL , CRP, serta kultur - Untuk mencegah cross infeksi dari dan ke tubuh klien. - Menghindari invasi dan cross infeksi dari linen yang dipakai - Infeksi saluran nafas dapat menular dengan cepat kepada neonatus karena imunitas bayi belum matur. - Perubahan feces baik warna yang menjadi kehijauan, konsistensi yang cair dan berlendir merupakan pertanda infeksi GI tract yang harus diwaspadai, terutama akibat kuman Salmonela. - Menghindari infeksi dari keluarga ke bayi - Pembritin merupakan antibiotik spektrum luas yang mengandung Ampisislin Trihidrat sebagai propilaksis utama. Efek samping yang diperhatikan adalah: dapat timbul diare, reaksi anafilaksis, serta resistensi. - Sebagai indikator utama jika terjadi infeksi, terutama adanya peningkatan kadar CRP dan leuko pada pemeriksaan darah Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Setelah dirawat selama 3 hari tidak terjadi komplikasi akibat hipoglikemi: - GDA : 70-130 - Tremor (-) - K. Dingin (-) - Kejang (-) - Koma (-)- - Cek GDA setiap 24 jam. - Monitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Monitor vital sign - Monitor kesadaran - Lakukan pemberian susu manis peroral 27 cc X 12 - Analisis kondisi lingkungan yang berpotensi menimbulkan hipoglikemi. - Cek BB setiap hari - Hindari terjadinya hipotermi - Lakukan kolaborasi pemberian Dex 15 % IV 10 tts/menit - Mengetahui kadar glukosa sebagai bahan pertimbangan pemberian tindakan selanjutnya. - Hipoglikemi merangsang saraf otonom bekerja lebih aktif sehingga merangsang pembentukan efinefrin yang dimanifestasikan dengan gugup, keringat dingin, kejang, nadi meningkat, suhu turun, tachipnoe dan penurunan kesadaran. Dengan demikian monitoring tanda-tanda tersebut dapat mencegah kondisi komplikasi yang lebih dalam berupa kerusakan otak yang irreversibel. - Untuk memenuhi asupan glukosa dan gizi untuk perkembagan tubuh bayi. - Hipotermi, stress, infeksi dapat meningkatkan kebutuhan glukosa sehingga makin memperparah kondisi hipoglikemi. - Untuk mengetahui jika terjadi kekurangan intake yang berpotensi menimbulkan kondisi kurang gizi. - Hipotermi, meningkatkan kebutuhan glukosa sehingga makin memperparah kondisi hipoglikemi. - Untuk memenuhi suplai glukosa. Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Setelah dirawat selama 3 hari : Personal higiene bayi baik dengan kriteria: - Moniliasis (-) - Kandidiasis – - Kulit bersih - Pakaian kering - Bersihkan mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Berikan mycostatin pada oral - Ganti pakaian bayi setiap Bak/Bab - Berikan Zink Zalf pada kulit yang iritasi. - Berikan Mico-Z pada bagian tubuh yang mengalami kandidiasis - Mandikan bayi 1 kali sehari - Bersihnya endapan susu/asi akan mencegah timbulnya moniliasis. - Mycostatin akan membunuh jamur dan spora pada mulut bayi. - Kulit yang kering akan terhindar dari iritasi dan pertumbuhan jamur/kandida. - Zink zalf sebagai baktericide yang dapat membunuh dan menghambat perkembangan bakteri patogen sehingga infeksi sekunder bisa dicegah. - Mico-Z sebagai antifungi dapat membunuh jamur serta spora. - Mengurangi perkembangan kuman indogen maupun eksogen di kulit yang bersifat patogen. Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Setelah dirawat selama 3 X 15 menit keluarga tenang - tidak gelisah - kooperatif - Ikut merawat bayi. - - Berikan penjelasan tentang penyakit, penanganan dan prognose dari penyakit anak. - Ikutsertakan keluarga dalam perawatan bayi. - Berikan penjelasan tentang teknik menyusui dan perawatan payudara. - - Penjelasan yang benar akan menyebabkan tingkat kecemasan keluarga kurang. - Keluarga akan dapat ikut merasakan dan mengetahui perkembangan bayi, sehingga kecemasan orang tua bisa berkurang - Untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan kebutuhan kasih sayang pada bayi. Asi mengandung imunoglobulin untuk menambah daya tahan bayi. V. TINDAKAN KEPERAWATAN DX HARI/TANGGAL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN EVALUASI Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Selasa 24 April 2001 07.00 07.30 10.00 12.00 12.15 12.30 Rabu, 25/4 2001 07.00 07.30 12.00 12.15 13.30 14.00 07.00 Kamis, 26/4 2001 07.30 10.00 12.00 13.30 14.00 - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - HE agar ibu memeprhatikan kebersihan tangan dan pakaian sebelum kontak dengan bayi. - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. Lakukan pemeriksaan DL, - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. - Ganti pakaian bayi - Observasi KU Bayi - - Kompres dingin Kolaborasi pemberian Chloramfenicol 3 X 15 mg - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Perhatikan kondisi feces bayi - Observasi kebersihan dan pakaian bayi tetap kering. - Observasi KU Kolaborasi pemberian antibiotik untuk mengatasi selulitis: berupa Meronem 3 X 38 mg IV - Berikan antibiotik sebagai profolaksis sesuai dengan order. Pembritin 3 X 15 mg. Cloramfenikol 3 X 15 mg - Ganti pakaian bayi - Observasi KU Bayi - Kompres dingin - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi lembek - Ibu mengerti - Popok dan alas kering. - Reaksi alergi (-) - Bahan lab sudah diambil - Popok dan alas kering. - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi encer berlendir. - Popok dan alas kering. - Reaksi alergi (-) Popok dan alas kering. S : 38,9 o C, Nadi 148 X/mnt, Bab encer dan berlendir, bayi rewel, minum kuat. - Kompres terpasang Pemberian Chloramfenicol 15 mg oral. - Popok dan alas kering. - Feces warna hijau konsistensi encer berlendir. - - Popok dan alas kering. - Bab berlendir, S : 38 o C, tampak selulitis pada lipatan paha - Reaksi alergi (-) Popok dan alas kering. S : 38,9 o C, Nadi 148 X/mnt, Bab encer dan berlendir, bayi rewel, , selulitis (+) minum kuat, dilakukan pemasangan NGT . Segera pindahkan ke Ruang Isolasi I - Kompres terpasang Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Selasa 24 April 2001 07.00 07.30 08.00 10.00 12.00 Rabu, 25/4 2001 07.00 07.30 10.00 12.00 14.00 Kamis 26/4/2001 07.00 07.30 10.00 12.00 14.00 - Menimbang BB - Mengambil bahan GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 15 % - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc Menimbang BB - Mengambil bahan GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 15 % - Pemberian ASI/Formula manis pesonde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis personde 27 cc Menimbang BB - Mengambil hasil lab GDA - Memonitor : glukosa sesaat, pucat, keringat dingin, kulit yang lembab - Memonitor vital sign - Memonitor kesadaran - Memonitor tetesan infus Dex 5 % - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - Pemberian ASI/Formula manis peroral 27 cc - BB 3800 gr. - Bahan terambil - Glukostik 20 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 60 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Minum kuat - Minum kuat - Minum kuat - BB 3800 gr. - Bahan terambil - Glukostik 20 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 78 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Retensi 6 cc - Retensi 5 cc - Retensi 3 cc - Retensi (-) - BB 3800 gr. - GDA 70-110 gr/% tanda-tanda fisik hipoglikemi (-) - RR : 70 X/mnt - Kesadaran kompos mentis. - Infus lancar. - Minum kuat - Minum kuat[ - Minum kuat - Minum kuat DX HARI/TANGGAL JAM TINDAKAN PERAWATAN EVALUASI Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Selasa 24/4/2001 08.00 10.00 12.00 14.00 Rabu,25/4/ 2001 08.00 10.00 12.00 14.00 Kamis, 26/4/2001 08.00 10.00 12.00 14.00 - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Mandikan bayi 1 kali sehari - Merawat mulut dengan defers basah setelah minum susu/asi. - Memberikan Zink Zalf pada pantat - Memberikan mycostatin pada oral - Memberikan Mico-Z pada bokong dan pantat. - Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Mengganti pakaian bayi Merawat mulut dengan defers Mengganti pakaian bayi. - Mandikan bayi 1 kali sehari - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih - Mulut bersih - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Reaksi alergi (-) - Pakaian kering - Pakaian kering - Pakaian kering. - Mulut bersih - Pakaian bersih DX HARI/TGL/ JAM TINDAKAN PERAWATAN EVALUASI Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Selasa, 24/4/2001 11.00 Rabu, 25/4 2001 11.00 - Memberikan penjelasan tentang penyakit, penanganan dan prognose dari penyakit anak kepeda ibu dan bapak dari bayi. - Ikutsertakan keluarga dalam perawatan bayi. - Memberikan penjelasan tentang teknik menyusui dan perawatan payudara. -Orang tua mengerti - Ibu mengerti dan mulai merawat payudara VI. CATATAN PERKEMBANGAN DX HARI/TGL JAM SOAP 1. Potensial terjadi infeksi sekunder s.e rendahnya imunitas tubuh bayi Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : Tampak tanda radang pada lipatan paha (selulitis), S : 37,5 o C, Nadi : 88 X mnt, RR : 30 X/mnt, tampak lesi pada punggung dan anus, CRP : 17,9 A : Terjadi infeksi skunder P : - Pindahkan bayi ke ruang Isolasi I - Lanjutkan rencana seperti renpra ditambah kolaborasi: - Meronem Injeksi : 3 X 38 mg IV - Observasi tanda – tanda perluasan selulitis - Kolaborasi pemeriksaan Kultur Feces, Urine dan darah serta pemeriksaan DL dan CRP. 2. Potensial terjadi komplikasi s.e penurunan kadar gula darah Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : GDA 73 mg/% Glukostik : 70- 110 ( 80 – 130 mg/%) Tremor (-), Keringat dingin (-), Penurunan keasadaran (-), Kadar insulin 36 ( N : 10-20) Kortisol : 171,6 ( N : 90 – 120 iu) A : Masalah teratasi sebagian P : Observasi tanda-tanda hipoglikemi - Lakukan pemeriksaan GDA - Hentikan pemberian salukortef - Berikan minum Asi/ susu 28 cc/2jam Kandidiasis s.d kurangnya personal higiene pada mulut dan anus ditandai dengan adanya moniliasis dan kandidiasis. Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : - O : Rewel (-), kulit bersih, kandida (+), pakaian kering, moniliasis (-). A : Masalah teratasi sebagian P : Lanjutkan rencana 4.Kecemasan keluarga s.d kurangnya informasi tentang perawatan anaknya. Jumat, 27 April 2001 Pk. 08.00 S : Keluarga dapat mengerti sepenuhnya keadaan bayi, Keluarga senantiasa akan membantu dalam perawatan bayi, Ibu bersedia memberikan bayinya ASI, Ibu sudah bisa merawat payudaranya, terutama putingnya sehingga mudah diisap oleh bayi O : Bayi disusui langsung oleh ibu, Keluarga bersedia agar anaknya terus dirawat hingga benar-benar sembuh. Bapak memberi dukungan ibu. A : Masalah teratasi P : - DAFTAR PUSTAKA Carpenito (1997), L.J Nursing Diagnosis, Lippincott , New York Marino (1991), ICU Book, Lea & Febiger, London Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak, EGC, Jakarta Suparman (1988), Ilmu Penyakit Dalam , Universitas Indonesia, Jakarta. Wong and Whaley (1996) Peiatric Nursing ; Clinical Manual, Morsby, Philadelpia
Read rest of entry

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI BARU LAHIR YANG SAKIT

Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus. Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu, maka terjadilah awal proses fisiologik sebagai berikut
1. Peredaran darah melalui plasenta digantikan oleh aktifnya fungsi paru untuk bernafas (pertukaran oksigen dengan karbondioksida)
2. Saluran cerna berfungsi untuk menyerap makanan
3. Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan bahan yang tidak terpakai lagi oleh tubuh untuk mempertahankan homeostasis kimia darah
4. Hati berfungsi untuk menetralisasi dan mengekresi bahan racun yang tidak diperlukan badan
5. Sistem imunologik berfungsi untuk mencegah infeksi
6. Sistem kardiovaskular serta endokrin bayi menyesuaikan diri dengan perubahan fungsi organ tersebut diatas

Banyak masalah pada bayi baru lahir yang berhubungan dengan gangguan atau kegagalan penyesuaian biokimia dan faali yang disebabkan oleh prematuritas, kelainan anatomik, dan lingkungan yang kurang baik dalam kandungan, pada persalinan maupun sesudah lahir.

Masalah pada neonatus biasanya timbul sebagai akibat yang spesifik terjadi pada masa perinatal. Tidak hanya merupakan penyebab kematian tetapi juga kecacatan. Masalah ini timbul sebagai akibat buruknya kesehatan ibu, perawatan kehamilan yang kurang memadai, manajemen persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, kurangnya perawatan bayi baru lahir. Kalau ibu meninggal pada waktu melahirkan, si bayi akan mempunyai kesempatan hidup yang kecil.

Untuk mampu mewujudkan koordinasi dan standar pelayanan yang berkualitas maka petugas kesehatan dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk dapat melaksanakan pelayanan essensial neonatal yang dikategorikan dalam dua kelompok yaitu :
A. Pelayanan Dasar
1. Persalinan aman dan bersih
2. Mempertahankan suhu tubuh dan mencegah hiportermia
3. Mempertahankan pernafasan spontan
4. ASI Ekslusif
5. Perawatan mata
B. Pelayanan Khusus
1. Tatalaksana Bayi Neonatus sakit
2. Perawatan bayi kurang bulan dan BBLR
3. Imunisasi

Makalah ini akan membahas asuhan keperawatan bayi baru lahir yang sakit. Mengingat luasnya bahasan maka pembahasan akan difokuskan kepada masalah ikterus & hiperbilirubinemia, neonatus dengan ibu DM, neonatus prematur, hipertermia dan hipotermia. Selain itu juga dikaji respon keluarga terhadap neonatus yang sakit serta hubungan tumbuh kembang neonatus terhadap penyakit secara umum.


EFEK SAKIT PADA NEONATUS

Fase neonatus adalah fase yang sangat rawan akan hubungan ibu dan bayi. Karena kegagalan relasi pada masa ini akan memberi dampak pada tahap berikutnya. Kebutuhan psikologi fase ini melipurti tiga hal penting yaitu seeing (memandang), touching (sentuhan), dan caretaking (merawat dengan perhatian seluruh emosinya). Dengan demikian kesempatan ibu kontak mata dan menyentuh serta melakukan sendiri dalam mengganti popok adalah menjadi prioritas dalam intervensi perawat.

Penyakit atau kecacatan pada anak mempengaruhi terbinanya hubungan saling percaya antara anak dengan orangtua. Penyakit pada anak dapat membuat harapan orangtua menurun, penyakit sering mengakibatkan gangguan dalam kemampuan motorik anak, keterbatasan gerak di tempat tidur dan berkurangnya kontak bayi dengan lingkungan. Intervensi keperawatan sangat penting untuk membantu keluarga dalam menghadapi bayi yang sakit. Keberadaan perawat yang selalu siap membantu sangat penting untuk menenangkan orangtua terhadap rasa ketidak berdayaannya.

REAKSI EMOSIONAL PENERIMAAN KELUARGA

Pada neonatus yang menderita sakit, maka keluarga akan merasa cemas, tidak berdaya, dan lain sebagainya yang merupakan reaksi keluarga terhadap kenyataan bahwa bayinya menderita suatu penyakit. Berikut adalah reaksi emosional penerimaan keluarga terhadap neonatus sakit dan bagaimana perawat mengatasi hal tersebut :

1. Denial
Respon perawat terhadap penolakan adalah komponen untuk kebutuhan individu yang kontinyu sebagai mekanisme pertahanan. Dukungan metode efektif adalah mendengarkan secara aktif. Diam atau tidak ada reinforcement bukanlah suatu penolakan. Diam dapat diinterpretasikan salah, keefektifan diam dan mendengar haruslah sejalan dengan konsentrasi fisik dan mental. Penggunaan bahasa tubuh dalam berkomunikasi harus concern. Kontak mata, sentuhan, postur tubuh, cara duduk dapat digunakan saat diam sehingga komunikasi berjalan efektif.

2. Rasa bersalah
Perasaan bersalah adalah respon biasa dan dapat menyebabkan kecemasan keluarga. Mereka sering mengatakan bahwa merekalah yang menjadi penyebab bayinya mengalami kondisi sakit. Amati ekspresi bersalah, dimana ekspresi tersebut akan membuat mereka lebih terbuka untuk menyatakan perasaannya.

3. Marah
Marah adalah suatu reaksi yang sulit diterima dan sulit ditangani secara therapeutik. Aturan dasar untuk menolak marah seseorang adalah hindari gagalnya kemarahan dan dorong untuk marah secara assertif.

HIPERBILIRUBINEMIA

Definisi :
Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya akumulasi bilirubin dalam darah (level normal 5 mg/dl pada bayi normal) yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada kulit, mukosa, sklera dan urine.

Etiologi:
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan. Penyebab yang tersering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis ini dapat pula timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan subaponeoratik) atau inkompatabilitas golongan darah Rh. Infeksi juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia : keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Beberapa faktor lain yang juga merupakan penyebab hiperbilirubinemia adalah hipoksia/anoksia, dehidrasi dan acidosis, hipoglikemia dan polisitemia.

Patofisiologi
Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal dapat terjadi apabila kadar protein-Y berkurang atau pada keadaan protein-Y dan protein-Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan acidosis atau dengan hipoksia/anoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gagguan konjugasi hepar (defisiensi enszim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kern ikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada sususnan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat badan lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi karena trauma atau infeksi.
Tabel.1 Perbandingan Tipe Unconjungatif Hyperbilirubinemia

Fisiologis jaundice Jaundice yang berhubungan dengan Breast feeding Jaundice Breast milk Hemolitik desease
Penyebab Fungsi hepatik immatur ditambah peningkatan bilirubin dari hemolisis RBC Intake susu yang jelek berhubungan dengan konsumsi kalori yang sedikit pada bayi sebelum susu ibu keluar Faktor-faktor pada susu ibu yang berubah, bilirubin menjadi bentuk lemak yang mana direabsorbsi usus Incompatibilitas antigen yang menyebabkan hemolisis sebagian dari RBC.
Hati tidak mampu untuk mengkonjugasikan dan mengeksresikan kelebihan bilirubin dari hemolisis
Onset Setelah 24 jam pertama (bayi prematur, bayi lahir lama) 2 - 3 hari 4 - 5 hari Selama 24 jam pertama
Puncak 72 jam 2 - 3 hari 10 - 15 hari Bervariasi
Durasi Berkurang setelah 5-7 hari Sampai seminggu
Terapi Fototherapi jika bilirubin meningkat dengan cepat Berikan ASI sesering mungkin, berikan suplemen kalori, fototherapi untuk kadar bilirubin 18 - 20 mg/dl Hentikan ASI selama 24 jam untuk mendeterminasi sebab, jika kadar bilirubin menurun pemberian ASI dapat diulangi.
Dapat dilakukan fototherapi tanpa menghentikan pemberian ASI Posnatal: fototherapi, bila perlu transfusi tukar
Prenatal:
Transfusi (fetus)
Mencegah sensitisasi dari RH negatif ibu dengan RhoGAM


Pengkajian

1. Riwayat keluarga dan kehamilan:
- Orang tua atau saudara dengan neonatal jaundice atau penyakit lever
- Prenatal care
- DM pada ibu
- Infeksi seperti toxoplasmosis, spilis, hepatitis, rubela, sitomegalovirus dan herves yang mana ditransmisikan secara silang keplasenta selama kehamilan
- Penyalahgunaan obat pada orang tua
- Ibu dengan Rh negatif sedangkan ayah dengan Rh positif
- Riwayat transfusi Rh positif pada ibu Rh negatif
- Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
- Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitrofurantoin dan anti malaria
- Induksi oksitosin pada saat persalinan
- Penggunaan vakum ekstraksi
- Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan

2. Status bayi saat kelahiran:
- Prematuritas atau kecil masa kehamilan
- APGAR score yang mengindikasikan asfiksia
- Trauma dengan hematoma atau injuri
- Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
- Hepatosplenomegali

3. Kardiovaskuler
- Edema general atau penurunan volume darah, mengakibatkan gagal jantung pada hidro fetalis

4. Gastrointestinal
- Oral feeding yang buruk
- Kehilangan berat badan sampai 5 % selama 24 jam yang disebabkan oleh rendahnya intake kalori
- Hepatosplenomegali

5. Integumen
- Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam pertama (Fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI
- Kalor yang disebabkan oleh anemia yang terjadi karena hemolisis RBC

6. Neurologik
- Hipotoni
- Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap, reflek tendon yang minimal
- Iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotonis
- Kejang

7. Pulmonari
- Apnu, sianosis, dyspnea setelah kejadian kern ikterus
- Aspiksia, efusi pulmonal

8. Data Penunjang
- Golongan darah dan faktor Rh pada ibu dan bayi untuk menentukan resiko incompatibilitas, Rh ayah juga diperiksa jika Rh ibu negatif (test dilakukan saat prenatal)
- Amniosintesis dengan analisa cairan amnion, Coombs test dengan hasil negatif mengindikasikan peningkatan titer antibodi Anti D, bilirubin level pada cairan amnion meningkat sampai lebih dari 0,28 mg/dl sudah merupakan nilai abnormal (mengindikasikan kebutuhan transfusi pada janin).
- Coombs test (direct) pada darah tali pusat setelah persalinan, positif bila antibodi terbentuk pada bayi.
- Coombs test (indirect) pada darah tali pusat, positif bila antibodi terdapat pada darah ibu.
- Serial level bilirubin total, lebih atau sama dengan 0,5 mg/jam samapi 20 mg/dl mengindikasikan resiko kernikterus dan kebutuhan transfusi tukar tergantung dari berat badan bayi dan umur kehamilan.
- Direct bilirubin level, meningkat jika terjadi infeksi atau gangguan hemolisis Rh
- Hitung retikulosit, meningkat pada hemolisis
- Hb dan HCT
- Total protein, menentukan penurunan binding site
- Hitung leukosit, menurun sampai dibawah 5000/mm3, mengindikasikan terjadinya infeksi
- Urinalsis, untuk mendeteksi glukosa dan aseton, PH dan urobilinogen, kreatinin level

Diagnosa Keperawatan
Dx. 1. Resiko tinggi injuri berhubungan dengan produk sisa sel darah merah yang berlebihan dan imaturitas hati

Tujuan 1: Pasien mendapatkan terapi untuk menyeimbangkan eksresi bilirubin

Tindakan:
1. Kaji adanya jaundice pada kulit, yang mana mengindikasikan peningkatan kadar bilirubin
2. Cek kadar bilirubin dengan bilirobinometer transkutan untuk mengetahui peningkatan atau penurunan kadar bilirubin
3. Catat waktu terjadinya jaundice untuk membedakan fisiologik jaundice (terjadi setelah 24 jam) dengan patologik jaundice (terjadi sebelum 24 jam)
4. Kaji status bayi khususnya faktor yang dapat meningkatkan resiko kerusakan otak akibat hiperbilirubinemia (seperti hipoksia, hipotermia, hipoglikemia dan metabolik asidosis)
5. Memulai feeding lebih cepat utuk mengeksresikan bilirubin pada feces

Hasil yang diharapkan:
1. Bayi baru lahir memulai feeding segera setelah lahir
2. Bayi baru lahir mendapatkan paparan dari sumber cahaya

Tujuan 2: tidak terjadi komplikasi dari fototherapi

Tindakan:
1. Tutupi mata bayi baru lahir untuk menghindari iritasi kornea
2. Tempatkan bayi secara telanjang dibawah cahaya untuk memaksimalkan paparan cahaya pada kulit
3. Ubah posisi secara teratur utnuk meningkatkan paparan pada permukaan tubuh
4. Monitor suhu tubuh untuk mendeteksi hipotermia atau hipertermia
5. Pada peningkatan BAB, bersihkan daerah perienal untuk menghindari iritasi
6. Hindarkan penggunaan minyak pada kulit untuk mencegah rasa pedih dan terbakar
7. Berikan intake fluid secara adekuat untuk menghindari rehidrasi
Hasil yang diharapkan : tidak terjadi iritasi mata, dehidrasi, instabilitas suhu dan kerusakan kulit

Tujuan 3: Tidak adanya komplikasi dari transfusi tukar (jika terapi ini diberikan)

Tindakan:
1. Jangan berikan asupan oral sebelum prosedur (2-4 jam) untuk mencegah aspirasi
2. Cek donor darah dan tipe Rh untuk mencegah reaksi transfusi
3. Bantu dokter selama prosedur untuk mencegah infeksi
4. Catat secara akurat jumlah darah yang masuk dan keluar untuk mempertahankan volume darah
5. Pertahankan suhu tubuh yang optimal selama prosedur untuk mencegah hipotermia dan stress karena dingin atau hipotermia
6. Observasi tanda perubahan reaksi transfusi (Tacykardia, bradikardia, distress nafas, perubahan tekanan darah secara dramatis, ketidakstabilan temperatur, dan rash)
7. Siapkan alat resusitasi untuk mengatasi keadaan emergensi
8. Cek umbilikal site terhadap terjadinya perdarahan atau infeksi
9. Monitor vital sign selama dan stelah transfusi untuk mendeteksi komplikasi seperti disritmia jantung.

Hasil yang diharapkan :
1. Bayi menunjukkan tidak adanya tanda-tanda reaksi transfusi
2. Vital sign berada pada batas normal
3. Tidak terjadi infeksi atau perdarahan pada daerah terpasangnya infus

Dx.2. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan bayi dengan potensial respon fisiologis yang merugikan

Tujuan 1: Keluarga dapat memberikan suport emosional

Tindakan:
1. Hentikan fototherapi selama kujungan keluarga, lepaskan tutup mata bayi untuk membantu interaksi keluarga
2. Jelaskan proses fisiologis jaundice untuk mencegah kekhawatiran keluarga dan potensial over proteksi pada bayi
3. Yakinkan keluarga bahwa kulit akan kembali normal
4. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya untuk memperpendek periode jaundice
5. Jelaskan kegunaan ASI untuk mengatasi jaundice dan penyakit lainnya

Hasil yang diharapkan :
Keluarga menunjukkan pengertian terhadap terapi dan prognosa

Tujuan 2: Keluarga dapat melaksanakan fototherapi dirumah

Tindakan:
1. Kaji pengertian keluarga terhadap jaundice dan terapi yang diberikan
2. Instruksikan keluarga untuk:
- Melindungi mata
- Merubah posisi
- Memberikan asupan cairan yang adekuat
- Menghindari penggunaan minyak pada kulit
- Mengukur suhu aksila
- Mengobservasi bayi: warna, bentuk makanan, jumlah makanan
- Mengobservasi bayi terhadap tanda letargi, perubahan pola tidur, perubahan pola eliminasi
3. Menjelaskan perlunya test bilirubin bila diperlukan

Hasil yang diharapkan:
Keluarga dapat menunjukkan kemampuan untuk melaksanakan fototherapi di rumah (khususnya metode dan rasional)


HIPOTERMIA & HIPERTERMIA

HIPOTERMIA
Suhu normal pada neonatus berkisar antara 360C - 37,50C pada suhu ketiak. Gejala awal hipotermia apabila suhu < 360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh tubuh bayi teraba dingin, maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang (suhu 320C - <360C). Disebut hipotermia berat bila suhu tubuh < 320C. Untuk mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan termometer ukuran rendah (low reading termometer) sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan kematian. Yang menjadi prinsip kesulitan sebagai akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori. Etiologi dan faktor presipitasi - Prematuritas - Asfiksia - Sepsis - Kondisi neurologik seperti meningitis dan perdarahan cerebral - Pengeringan yang tidak adekuat setelah kelahiran - Eksposure suhu lingkungan yang dingin Penanganan hipotermia ditujukan pada: 1) Mencegah hipotermia, 2) Mengenal bayi dengan hipotermia, 3) Mengenal resiko hipotermia, 4) Tindakan pada hipotermia. Tanda-tanda klinis hipotermia: a. Hipotermia sedang: - Kaki teraba dingin - Kemampuan menghisap lemah - Tangisan lemah - Kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis marmorata b. Hipotermia berat - Sama dengan hipotermia sedang - Pernafasan lambat tidak teratur - Bunyi jantung lambat - Mungkin timbul hipoglikemi dan asidosisi metabolik c. Stadium lanjut hipotermia - Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang - Bagian tubuh lainnya pucat - Kulit mengeras, merah dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan tangan (sklerema) HIPERTERMIA Lingkungan yang terlalu panas juga berbahaya bagi bayi. Keadaan ini terjadi bila bayi diletakkan dekat dengan sumber panas, dalam ruangan yang udaranya panas, terlalu banyak pakaian dan selimut. Gejala hipertermia pada bayi baru lahir : - Suhu tubuh bayi > 37,5 C
- Frekuensi nafas bayi > 60 x / menit
- Tanda-tanda dehidrasi yaitu berat badan menurun, turgor kulit kurang, jumlah urine berkurang

Pengkajian hipotermia & hipertermia
1. Riwayat kehamilan
- Kesulitan persalinan dengan trauma infant
- Penyalahgunaan obat-obatan
- Penggunaan anestesia atau analgesia pada ibu

2. Status bayi saat lahir
- Prematuritas
- APGAR score yang rendah
- Asfiksia dengan rescucitasi
- Kelainan CNS atau kerusakan
- Suhu tubuh dibawah 36,5 C atau diatas 37,5 C
- Demam pada ibu yang mempresipitasi sepsis neonatal

3. Kardiovaskular
- Bradikardi
- Takikardi pada hipertermia

4. Gastrointestinal
- Asupan makanan yang buruk
- Vomiting atau distensi abdomen
- Kehilangan berat badan yang berarti

5. Integumen
- Cyanosis central atau pallor (hipotermia)
- Kulit kemerahan (hipertermia)
- Edema pada muka, bahu dan lengan
- Dingin pada dada dan ekstremitas(hipotermia)
- Perspiration (hipertermia)

6. Neorologic
- Tangisan yang lemah
- Penurunan reflek dan aktivitas
- Fluktuasi suhu diatas atau dibawah batas normal sesuai umur dan berat badan

7. Pulmonary
- Nasal flaring atau penurunan nafas, iregguler
- Retraksi dada
- Ekspirasi grunting
- Episode apnea atau takipnea (hipertermia)

8. Renal
- Oliguria

9. Study diagnostik
- Kadar glukosa serum, untuk mengidentifikasi penurunan yang disebabkan energi yang digunakan untuk respon terhadap dingin atau panas
- Analisa gas darah, untuk menentukan peningkatan karbondoksida dan penurunan kadar oksigen, mengindikasikan resiko acidosis
- Kadar Blood Urea Nitrogen, peningkatan mengindikasikan kerusakan fungsi ginjal dan potensila oliguri
- Study elektrolit, untuk mengidentifikasi peningkatan potasium yang berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal
- Kultur cairan tubuh, untuk mengidentifikasi adanya infeksi
Diagnosa keperawatan
Dx.1. Suhu tubuh abnormal berhubungan dengan kelahiran abnormal, paparan suhu lingkungan yang dingin atau panas.

Tujuan 1 : Mengidentifikasi bayi dengan resiko atau aktual ketidakstabilan suhu tubuh

Tindakan :
1. Kaji faktor yang berhubungan dengan resiko fluktuasi suhu tubuh pada bayi seperti prematuritas, sepsis dan infeksi, aspiksia atau hipoksia, trauma CNS, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, suhu lingkungan yang terlalu panas atau dingin, trauma lahir dan riwayat penyalahgunaan obat pada ibu
2. Kaji potensial dan aktual hipotermia atau hipertermia :
- Monitor suhu tubuh, lakukan pengukuran secara teratur
- Monitor suhu lingkungan
- Cegah kondisi yang menyebabkan kehilangan panas pada bayi seperti baju basah atau bayi tidak kering, paparan uadara luar atau pendingin ruangan
- Cek respiratory rate (takipnea), kedalaman dan polanya
- Observasi warna kulit
- Monitor adanya iritabilitas, tremor dan aktivitas seizure
- Monitor adanya flushing, distress pernafasan, episode apnea, kelembaban kulit, dan kehilangan cairan.

Tujuan 2. Mencegah kondisi yang dapat mencetuskan fluktuasi suhu tubuh

Tindakan :
1. Lindungi dinding inkubator dengan
- Meletakkan inkubator ditempat yang tepat
- Suhu kamar perawatan/kamar operasi dipertahankan + 24 C
- Gunakan alas atau pelindung panas dalam inkubator
2. Keringkan bayi baru lahir segera dibawah pemanas
3. Air mandi diatas 37 C dan memandikannnya sesudah bayi stabil dan 6 – 12 jam postnatal, keringkan segera
4. Pergunakan alas pada meja resusitasi atau pemanas
5. Tutup permukaan meja resusitasi dengan selimut hangat, inkubator dihangatkan dulu
6. Pertahankan suhu kulit 36 – 36,5 C
7. Sesedikit mungkin membuka inkubator
8. Hangatkan selalu inkubator sebelum dipakai
9. Gendong bayi dengan kulit menempel ke kulit ibu (metode kangguru)
10. Beri topi dan bungkus dengan selimut

Tujuan 3: Mencegah komplikasi dingin

Tindakan :
1. Kaji tanda stress dingin pada bayi :
- Penurunan suhu tubuh sampai < 32,2 C - Kelemahan dan iritabilitas - Feeding yang buruk dan lethargy - Pallor, cyanosis central atau mottling - Kulit teraba dingin - Warna kemerahan pada kulit - Bradikardia - Pernafasan lambat, ireguler disertai grunting - Penurunan aktivitas dan reflek - Distesi abdomen dan vomiting 2. Berikan treatment pada aktual atau resiko injury karena dingin sebagai berikut : - Berikan therapy panas secara perlahan dan catat suhu tubuh setiap 15 menit - Pertimbangkan pemberian plasma protein (Plasmanate) setelah 30 menit - Berikan oksigen yang telah diatur kelembabannya - Monitor serum glukosa - Berikan sodium bikarbonat untuk acidosis metabolik - Untuk menggantikan asupan makanan dan cairan, berikan dekstrose 10% sampai temeperatur naik diatas 35 C Dx.2. Deficit pengetahuan (orangtua) berhubungan dengan kondisi bayi baru lahir dan cara mempertahankan suhu tubuh bayi. Tujuan : Memberikan informasi yang cukup kepada orangtua tentang kondisi bayi dan perawatan yang diberikan untuk mempertahankan suhu tubuh bayi Tindakan : 1. Beri informasi pada orangtua tentang : - Penyebab fluktuasi suhu tubuh - Kondisi bayi - Treatment untuk menstabilkan suhu tubuh - Perlunya membungkus/menyelimuti bayi saat menggendong dan bepergian 2. Ajari orangtua cara mengukur suhu tubuh aksila pada bayi dan minta mereka untuk mendemontrasikannya 3. Informasikan kepada orangtua tentang perawatan saat bayi di inkubator 4. Anjurkan pasien bertanya, mengklarifikasi yang belum jelas dan menunjukkan prilaku seperti diajarkan BAYI PREMATUR Definisi : Bayi baru lahir dengan umur kehamilan 37 minggu atau kurang saat kelahiran disebut dengan bayi prematur. Walaupun kecil, bayi prematur ukurannya sesuai dengan masa kehamilan tetapi perkembangan intrauterin yang belum sempurna dapat menimbulkan komplikasi pada saat post natal. Bayi baru lahir yang mempunyai berat 2500 gram atau kurang dengan umur kehamilan lebih dari 37 minggu disebut dengan kecil masa kehamilan, ini berbeda dengan prematur, walaupun 75% dari neonatus yang mempunyai berat dibawah 2500 gram lahir prematur. Problem klinis terjadi lebih sering pada bayi prematur dibandingkan dengan pada bayi lahir normal. Prematuritas menimbulkan imaturitas perkembangan dan fungsi sistem, membatasi kemampuan bayi untuk melakukan koping terhadap masalah penyakit. Masalah yang umum terjadi diantaranya respiratory disstres syndrom (RDS), enterocolitis nekrotik, hiperbilirubinemia, hypoglikemia, thermoregulation, patetnt duktus arteriosus (PDA), edema paru, perdarahan intraventrikular. Stressor tambahan lain pada infant dan orangtua meliputi hospitalisasi untuk penyakit pada bayi. Respon orangtua dan mekanisme koping mereka dapat menimbulkan gangguan pada hubungan antar mereka. Diperlukan perencanaan dan tindakan yang adekuat untuk permasalahn tersebut. Bayi prematur dapat bertahan hidup tergantung pada berat badannya, umur kehamilan, dan penyakit atau abnormalitas. Prematur menyumbangkan 75% - 80% angka kesakitan dan kematian neonatus. Etiologi dan faktor presipitasi: Permasalahan pada ibu saat kehamilan : - Penyakit/kelainan seperti hipertensi, toxemia, placenta previa, abruptio placenta, incompetence cervical, janin kembar, malnutrisi dan diabetes mellitus. - Tingkat sosial ekonomi yang rendah dan prenatal care yang tidak adekuat - Persalinan sebelum waktunya atau induced aborsi - Penyalahgunaan konsumsi pada ibu seperti obat-obatan terlarang, alkohol, merokok dan caffeine Pengkajian 1. Riwayat kehamilan - Umur ibu dibawah 16 tahun dengan latar belakang pendidikan rendah - Kehamilan kembar - Status sosial ekonomi, prenatal care tidak adekuat, nutrisi buruk - Kemungkinan penyakit genetik - Riwayat melahirkan prematur - Infeksi seperti TORCH, penyakit menular seksual dan lain sebagainya - Kondisi seperti toksemia, prematur rupture membran, abruptio placenta dan prolaps umbilikus - Penyalahgunaaan obat, merokok, konsumsi kafeine dan alkohol - Golongan darah, faktor Rh, amniocentesis. 2. Status bayi baru lahir - Umur kehamilan antara 24 – 37 minggu, berat badan lahir rendah atau besar masa kehamilan - Berat badan dibawah 2500 gram - Kurus, lemak subkutan minimal - Adanya kelainan fisik yang terlihat - APGAR skore 1 – 5 menit : 0 – 3 mengindikasikan distress berat, 4 – 6 menunjukkan disstres sedang dan 7 – 10 merupakan nilai normal. 3. Kardiovaskular - Denyut jantung 120 – 160 x per menit pada sisi apikal dengan irama teratur - Saat kelahiran, terdengar murmur 4. Gastrointestinal - Protruding abdomen - Keluaran mekonium setelah 12 jam - Kelemahan menghisap dan penurunan refleks - Pastikan anus tanpa/dengan abnormalitas kongenital 5. Integumen - Cyanosis, jaundice, mottling, kemerahan, atau kulit berwarna kuning - Verniks caseosa sedikit dengan rambut lanugo di seluruh tubuh - Kurus - Edema general atau lokal - Kuku pendek - Kadang-kadang terdapat petechie atau ekimosis 6. Muskuloskeletal - Cartilago pada telinga belum sempurna - Tengkorak lunak - Keadaan rileks, inaktive atau lethargi 7. Neurologik - Refleks dan pergerakan pada test neurologik tanpa resistansi - Reflek menghisap, swalowing, gag reflek serta reflek batuk lemah atau tidak efektif - Tidak ada atau minimalnya tanda neurologik - Mata masih tertutup pada bayi dengan umur kehamilan 25 – 26 minggu - Suhu tubuh yang tidak stabil : biasanya hipotermik 8. Pulmonary - Respiratory rate antara 40 – 60 x/menit dengan periode apnea - Respirasi irreguler dengan nasal flaring, grunting dan retraksi (interkostal, suprasternal, substrenal) - Terdengar crakles pada auskultasi 9. Renal - Berkemih terjadi 8 jam setelah lahir - Kemungkinan ketidakmampuan mengekresikan sulution dalam urine 10. Reproduksi - Perempuan : labia mayora belum menutupi klitoris sehingga tampak menonjol - Laki-laki : testis belum turun secara sempurna ke kantong skrotum, mungkin terdapat inguinal hernia. 11. Data penunjang - X-ray pada dada dan organ lain untuk menentukan adanya abnormalitas - Ultrasonografi untuk mendeteksi kelainan organ - Stick glukosa untuk menentukan penurunan kadar glukosa - Kadar kalsium serum, penurunan kadar berarti terjadi hipokalsemia - Kadar bilirubin untuk mengidentifikasi peningkatan (karena pada prematur lebih peka terhadap hiperbilirubinemia) - Kadar elektrolit, analisa gas darah, golongan darah, kultur darah, urinalisis, analisis feses dan lain sebagainya. Diagnosa keperawatan Dx. 1. Resiko tinggi disstres pernafasan berhubungan dengan immaturitas paru dengan penurunan produksi surfactan yang menyebabkan hipoksemia dan acidosis Tujuan : Mempertahankan dan memaksimalkan fungsi paru Tindakan : 1. Kaji data fokus pada kemungkinan disstres pernafasan yaitu : - Riwayat penyalahgunaan obat pada ibu atau kondisi abnormal selama kehamilan dan persalinan - Kondisi bayi baru lahir : APGAR score, kebutuhan resusitasi - Respiratory rate, kedalaman, takipnea - Pernafasan grunting, nasal flaring, retraksi dengan penggunaan otot bantu pernafasan (intercostal, suprasternal, atau substernal) - Cyanosis, penurunan suara nafas 2. Kaji episode apneu yang terjadi lebih dari 20 detik, kaji keadaan berikut : - Bradykardi - Lethargy, posisi dan aktivitas sebelum, selama dan setelah episode apnea (sebagai contoh saat tidur atau minum ASI) - Distensi abdomen - Suhu tubuh dan mottling - Kebutuhan stimulasi - Episode dan durasi apnea - Penyebab apnea, seperti stress karena dingin, sepsis, kegagalan pernafasan. 3. Berikan dan monitor support respiratory sebagai berikut : - Berikan oksigen sesuai indikasi - Lakukan suction secara hati-hati dan tidak lebih dari 5 detik - Pertahankan suhu lingkungan yang normal 4. Monitor hasil pemeriksaan analisa gas darah untuk mengetahui terjadinya acidosis metabolik 5. Berikan oabt-obat sesuai permintaan dokter seperti theophylin IV. Monitor kadar gula darah setiap 1 – 2 hari. Dx. 2. Resiko hipotermia atau hipertermia berhubungan dengan prematuritas atau perubahan suhu lingkungan Tujuan : Mempertahankan suhu lingkungan normal Tindakan : 1. Pertahankan suhu ruang perawatan pada 25 C 2. Kaji suhu rectal bayi dan suhu aksila setiap 2 jam atau bila perlu 3. Tempatkan bayi di bawah pemanas atau inkubator sesuai indikasi 4. Hindarkan meletakkan bayi dekat dengan sumber panas atau dingin 5. Kaji status infant yang menunjukkan stress dingin Dx. 3. Defiensi nutrisi berhubungan dengan tidak adekuatnya cadangan glikogen, zat besi, dan kalsium dan kehilangan cadangan glikogen karena metabolisme rate yang tinggi, tidak adekuatnya intake kalori, serta kehilangan kalori. Tujuan : meningkatkan dan mempertahankan intake kalori yang adekuat pada bayi Tindakan : 1. Kaji refleks hisap dan reflek gag pada bayi. Mulai oral feeding saat kondisi bayi stabil dan respirasi terkontrol 2. Kaji dan kalkulasikan kebutuhan kalori bayi 3. Mulai breast feeding atau bottle feeding 2 – 6 jam setelah lahir. Mulai dengan 3 – 5 ml setiap kali setiap 3 jam. Tingkatkan asupan bila memungkinkan. 4. Timbang berat badan bayi setiap hari, bandingkan berat badan dengan intake kalori untuk menentukan pemabatasan atau peningkatan intake 5. Berikan infus dextrose 10% jika bayi tidak mampu minum secara oral 6. Berikan TPN dan intralipid jika dibutuhkan 7. Monitor kadar gula darah Dx. 4. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan imaturitas, radiasi lingkungan, efek fototherapy atau kehilangan melalui kulit atau paru. Tujuan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit Tindakan : 1. Kaji dan hitung kebutuhan cairan bayi 2. Berikan cairan 150 – 180 ml/kg berat badan dan 200 ml/kg berat badan jika dibutuhkan. 3. Timbang berat badan bayi setiap hari 4. Monitor dan catat intake dan output setiap hari, bandingkan jumlahnya untuk menentukan status ketidakseimbangan. 5. Test urine : spesifik gravity dan glikosuria 6. Pertahankan suhu lingkungan normal 7. Kaji tanda-tanda peningkatan kebutuhan cairan : - Peningkatan suhu tubuh - Hipovolemik shock dengan penurunan tejanan darah dan peningkatan denut jantung, melemahnya denyut nadi, tangan teraba dingin serta motling pada kulit. - Sepsis - Aspiksia dan hipoksia 8. Monitor potassium, sodium dan kadar chloride. Ganti cairan dan elektrolit dengan dextrose 10% bila perlu. Dx. 5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imaturitas imunologik bayi dan kemungkinan infeksi dari ibu atau tenaga medis/perawat Tujuan : Infeksi dapat dicegah Tindakan : 1. Kaji fluktuasi suhu tubuh, lethargy, apnea, iritabilitas dan jaundice 2. Review riwayat ibu, kondisi bayi saat lahir, dan epidemi infeksi di ruang perawatan 3. Amati sampel darah dan drainase 4. Lakukan pemeriksaan CBC dengan hitung leukosit, platelets, dan imunoglubolin 5. Berikan lingkungan yang melindungi bayi dari infekasi : - Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh bayi - Ikuti protokol isolasi bayi - Lakukan tehnik steril saat melakukan prosedur pada bayi Dx. 6. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan rapuh dan imaturitas kulit Tujuan : Mempertahankan integritas kulit Tindakan : 1. Kaji kulit bayi terhadap kemerahan, iritasi, rashes, dan lesi serta keadaan pada area kulit yang tertekan. 2. Kaji tempat-tempat prosedur invasif pada bayi 3. Berikan perawatan kulit setiap hari. Lindungi kulit bayi dari kontak dengan agen pembersih atau plester. Dx. 7. Gangguan sensori persepsi : visual, auditory, kinestehetik, gustatory, taktil dan olfaktory berhubungan dengan stimulasi yang kurang atau berlebihan pada lingkungan intensive care Tujuan : Mempertahankan stimulasi sensori yang optimal tanpa berlebihan Tindakan : 1. Kaji kemampuan bayi memberikan respon terhadap stimulus. Observasi : - Deficit neurologik - Kurangnya perhatian bayi terhadap stimulus - Tidak ada respon terhadap suara, kontak mata atau tidak adanya refleks normal - Efek obat terhadap perkembangan bayi 2. Berikan stimulasi visual : - Arahkan cahaya lampu pada bayi - Ayunkan benda didepan mata bayi - Letakkan bayi pada posisi yang memungkinkan untuk kontak mata : tegakkan bayi 3. Berikan stimulasi auditory : - Bicara pada bayi, lakukan dengan tekanan suara rendah dan jelas - Panggil bayi dengan namanya, bicara pada bayi saat memberikan perawatan - Bernyanyi, mainkan musik tape recorder atau hidupkan radio - Hindari suara bising di sekitar bayi 4. Berikan stimulasi tactile : - Peluk bayi dengan penuh kasih sayang - Berikan kesempatan pada bayi untuk menghisap - Sentuh bayi dengan benda lembut seperti saputangan atau kapas - Berikan perubahan posisi secara teratur 5. Berikan stimulasi gustatory dengan mendekatkan hidung bayi ke payudara ibu atau ASI yang ditampung. 6. Berikan periode istirahat dan tidur yang cukup. Dx. 8. Deficit pengetahuan (keluarga) tentang perawatan infant yang sakit di rumah Tujuan : 1. Informasikan orangtua dan keluarga tentang : - Proses penyakit - Prosedur perawatan - Tanda dan gejala problem respirasi - Perawatan lanjutan dan therapy 2. Ajarkan orangtua dan keluarga tentang treatment pada anak : - Therapy home oksigen - Ventilasi mekanik - Fisiotherapi dada - Therapy obat - Therapy cairan dan nutrisi 3. Berikan kesempatan pada keluarga mendemontrasikan perawatan pada bayinya 4. Anjurkan keluarga terlibat pada perawatan bayi 5. Ajarkan keluarga dan orangtua bagaimana menyeimbangkan istirahat dan tidur dan bagaimana menilai toleransi bayi terhadap aktivitas. ASFIKSIA Penilaian bayi pada kelahiran adalah untuk mengetahui derajat vitalitas fungsi tubuh. Derajat vitalitas adalah kemampuan sejumlah fungsi tubuh yang bersifat essensial dan kompleks untuk kelangsungan hidup bayi seperti pernafasan, denyut jantung, sirkulasi darah dan reflek-reflek primitif seperti menghisap dan mencari puting susu. Bila tidak ditangani secara tepat, cepat dan benar keadaan umum bayi akan menurun dengan cepat dan bahkan mungkin meninggal. Pada beberapa bayi mungkin dapat pulih kembali dengan spontan dalam 10 – 30 menit sesudah lahir namun bayi tetap mempunyai resiko tinggi untuk cacat. Umumnya penilaian pada bayi baru lahir dipakai nilai APGAR (APGAR Score). Pertemuan SAREC di Swedia tahun 1985 menganjurkan penggunaan parameter penilaian bayi baru lahir dengan cara sederhana yang disebut nilai SIGTUNA (SIGTUNA Score) sesuai dengan nama tempat terjadinya konsensus. Penilaian cara ini terutama untuk tingkat pelayanan kesehatan dasar karena hanya menilai dua parameter yang essensial. Tabel 2. Cara Menetapkan Nilai SIGTUNA Yang Dinilai 2 1 0 Nilai Pernafasan Teratur Megap-megap Tidak ada Denyut jantung > 100/menit < 100/menit Tidak ada Jumlah nilai = Nilai SIGTUNA Derajat vitalitas bayi baru lahir menurut nilai SIGTUNA adalah : (a) tanpa asfiksia atau asfiksia ringan nilai = 4, (b) asfiksia sedang nilai 2 – 3, (c) asfiksia berat nilai 1, (d) bayi lahir mati / mati baru “fresh still birth” nilai 0. Selama ini umumnya untuk menilai derajat vitalitas bayi baru lahir digunakan penilaian secara APGAR. Pelaksanaanya cukup kompleks karena pada saat bersamaan penolong persalinan harus menilai lima parameter yaitu denyut jantung, usaha nafas, tonus otot, gerakan dan warna kulit. dari hasil penelitian di AS nilai APGAR sangat bermanfaat untuk mengenal bayi resiko tinggi yang potensial untuk kematian dan kecacatan neurologis jangka panjang seperti cerebral palsy. Dari lima variabel nilai APGAR hanya pernafasan dan denyut jantung yang berkaitan erat dengan terjadinya hipoksia dan anoksia. Ketiga variabel lain lebih merupakan indikator maturitas tumbuh kembang bayi. Penanganan asfiksia pada bayi baru lahir bertujuan untuk menjaga jalan nafas tetap bebas, merangsang pernafasan, menjaga curah jantung, mempertahankan suhu, dan memberikan obat penunjang resusitasi. Akibat yang mungkin muncul pada bayi asfiksia secara keseluruhan mengalami kematian 10 – 20 %, sedangkan 20 – 45 % dari yang hidup mengalami kelainan neurologi. Kira-kira 60 % nya dengan gejala sisa berat. Sisanya normal. Gejala sisa neurologik berupa cerebral palsy, mental retardasi, epilepsi, mikrocefalus, hidrocefalus dan lain-lain. Diagnosa Keperawatan Gangguan pertukaran gas Data penunjang/Faktor kontribusi : Oksigenasi yang adekuat dari bayi dipengaruhi banyak faktor seperti riwayat prenatal dan intrapartal, produksi mukus yang berlebihan, dan stress karena dingin. Riwayat prenatal dan intrapartal yang buruk dapat mengakibatkan fetal distress dan hipoksia saat masa adaptasi bayi. Pertukaran gas juga dapat terganggu oleh produksi mucus yang berlebihan dan bersihan jalan nafas yang tidak adekuat. Stress akibat dingin meningkatkan kebutuhan oksigen dan dapat mengakibatkan acidosis sebagai efek dari metabolisme anaerobik. Tujuan : Jalan nafas bebas dari sekret/mukus, pernafasan dan nadi dalam batas normal, cyanosis tidak terjadi, tidak ada tanda dari disstres pernafasan. Intervensi : • Amati komplikasi prenatal yang mempengaruhi status plasenta dan fetal (penyakit jantung atau ginjal, PIH atau Diabetes) • Review status intrapartal termasuk denyut jantung, perubahan denyut jantung, variabilitas irama, level PH, warna dan jumlah cairan amnion. • Catat waktu dan pengobatan yang diberikan kepada ibu seperti Magnesium sulfat atau Demerol • Kaji respiratori rate • Catat keadaan nasal faring, retraksi dada, respirasi grunting, rales atau ronchi • Bersihkan jalan nafas; lakukan suction nasofaring jika dibutuhkan, monitor pulse apikal selama suction • Letakkan bayi pada posisi trendelenburg pada sudut 10 derajat. • Keringkan bayi dengan handuk yang lembut selimuti dan letakkan diantara lengan ibu atau hangatkan dengan unit pemanas • Amati intensitas tangisan • Catat pulse apikal • Berikan sentuhan taktil dan stimulasi sensori • Observasi warna kulit, lokasi sianosis, kaji tonus otot Kolaborasi • Berikan oksigen melalui masker, 4 - 7 lt/menit jika diindikasikan asfiksia • Berikan obat-obatan seperti Narcan melalui IV • Berikan terapi resusitasi DAFTAR PUSTAKA Markum, A.H., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid I, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991 Melson, Kathryn A & Marie S. Jaffe, Maternal Infant Health Care Planning, Second Edition, Springhouse Corporation, Springhouse Pennsylvania, 1994 Wong, Donna L., Wong & Whaley’s Clinical Manual of Pediatric Nursing, Fourth Edition, Mosby-Year Book Inc., St. Louis Missouri, 1990 Doenges, Marilyn E., Maternal/Newborn Care Plans : Guidelines for Client Care, F.A. Davis Company, Philadelphia, 1988
Read rest of entry
 

My Blog List

Cari Blog Ini

Term of Use